RAJAWALI EMAS JILID 128

Bagaimanakah Cui Bi, gadis yang memiiiki ilmu kepandaian tinggi itu bisa terjatuh ke dalam tangan Giam Kin? Pagi hari itu, Cui Bi yang tidak melihat ayahnya berada di puncak mencari kemana-mana tidak ada dan ibunya sendiripun tidak tahu kemana pergi ayahnya, menjadi kuatir, maklum bahwa pertemuan antara ayahnya dengan dua orang puteranya itu amat mengganggu hati dan pikiran ayahnya apalagi dua orang putera itu telah dididik orang untuk memusuhinya.

Cui Bi maklum bahwa ayahnya amat berduka dan gelisah, maka pada hari itu, ketika tidak melihat ayahnya, Cui Bi berkuatir dan timbul dugaannya bahwa ayahnya tentu keluar dari puncak untuk pergi mencari kedua orang puteranya itu, Maka iapun lalu diam-diam keluar dari terowongan, turun dari puncak mencari ayahnya.

Baru saja ia menyeberangi rawa, ia mendengar suara suling yang amat aneh dan merdu dari arah kiri. Cepat ia membelok ke arah ini dan dalam sebuah hutan kecil ia melihat seorang laki-laki yang mukanya membuat Cui Bi terasa serem dan ngeri. 

Laki-laki ini mukanya seperti iblis yang mengerikan dengan mata kirinya yang bolong kosong, mulutnya yang robek lebar, telinga kiri buntung, tangan kirinya yang kaku seperti cakar setan. 

Akan tetapi sebagai puteri pendekar sakti yang sudah banyak bertemu dengan tokoh-tokoh aneh di dunia kang-ouw, hanya sebentar saja Cui Bi dapat menguasai perasannya dan ia mulai tertarik oleh perbuatan laki-laki bermuka iblis itu. 

Laki-laki itu dengan tangan kanannya yang normal sedang meniup suling. Bukan main aneh dan indahnya suara suling itu dan yang lebih menarik hati Cui Bi lagi, di depan laki-laki yang duduk bersila di bawah pohon itu, kelihatan lima ekor ular besar tengah “berdiri” diatas ekornya dan menari-nari, melenggak-lenggok amat lemasnya! 

Cui Bi memang sudah beberapa kali pernah melihat ahli-ahli ular meniup suling membuat ularnya menari-nari, akan tetapi baru kali ini ia melihat lima ekor ular sekaligus menari dan dapat “berdiri” setinggi itu. Benar-benar hebat dan lucu. Tak tertatankan gadis itu tertawa dan datang menghampiri lakj-laki itu, ikut duduk dekatnya dan berkata,

“Bagus dan lucu sekali…!”

Laki-laki itu tidak menoleh, terus melanjutkan tiupannya akan tetapi mata kanannya itu melirik kearah Cui Bi lalu mengeluarkan sinar yang aneh.

Sekali ini Cui Bi mengenakan pakaian wanita yang ringkas hingga ia kelihatan sebagai seorang gadis muda remaja yang cantik dan manis. Pedang tergantung di punggung dan dari senjata inilah orang akan dapat menduga bahwa dia adalah seorang gadis kang-ouw.

Melihat gadis cantik itu memandang kepada ular-ular itu dengan mata bersinar-sinar dan wajah berseri, laki-laki itu tanpa menunda tiupan sulingnya bertanya, 

“Kau siapa, Nona? Apakah tidak takut ular?”

Cui Bi menoleh dan bukan main herannya. 
“Kau hebat sekali, Lopek (Uwa). Sekaligus menyuling dan bicara. Bukan main! Kau tentu seorang diantara para tamu Thai-san-pai, bukan? Apakah Kau sudah kenal baik dengan Ayah? Ayah belum pernah bercerita kepadaku tentang seorang temannya yang pandai meniup suling menjinakkan ular.”

“He-he, jadi kau puteri Ketua Thai-san-pai? Pantas saja tidak takut ular, akan tetapi coba kau lihat ular-ularku, entah takut tidak?” 

Ia lalu bangkit berdiri dan tiupan sulingnya berubah nyaring dan lebih aneh lagi. Cui Bi tadinya tersenyum-senyum saja karena mana dia takut segala macam ular? Sekali gerakkan pedang ia sanggup membunuh lima ekor ular besar itu!

Akan tetapi tiba-tiba wajahnya berubah sedikit ketika ia mendengar suara berisik, suara mendesis-desis yang datang dari segala penjuru dan sebentar kemudian, puluhan malah ratusan ekor ular merayap datang dari segala jurusan, malah ada yang datang dari atas pohon, merayap-rayap turun dengan cepatnya seperti memenuhi panggilan suara suling itu!

Dalam beberapa menit saja mereka berdua sudah dikurung oleh ratusan ekor ular besar kecil, diantaranya banyak terdapat ular-ular berbisa. Mau tak mau Cui Bi menjadi pucat juga dan jijik. Ia merasa bulu di tubuhnya meremang dan cepat ia mencabut pedangnya untuk menjaga kalau-kalau ada ular hendak menyerangnya.

“Jangan kuatir, selama ada aku disini, mereka takkan berani mengganggumu, Nona. Aku hanya ingin memperlihatkan mereka padamu, bagus dan menarik mereka itu, bukan? Apa kau mau melihat mereka itu semua menari-nari?”





Cui Bi menggeleng kepala, menahan napas, bau yang amat amis memuakkan perutnya, bukan main bau itu, amis dan menyengat. 

“Cukup… aku tidak ingin melihat mereka, Lo-pek, suruhlah mereka pergi…”

Laki-laki itu yang bukan lain adalah Giam Kin mengangguk-angguk dan meniup sulingnya, kini berlagu amat merdu dan… ular-ular itu merayap pergi semua, berlenggang-lenggok menggelikan dan sebentar saja sudah lenyap semua, tak seekorpun berada disitu. 

Cui Bi menarik napas lega dan menyimpan kembali pedangnya. Mata Giam Kin berkilat ketika ia melihat cara gadis itu tadi menarik keluar pedang dan cara menyimpannya lagi. Matanya yang tinggal sebelah itu dapat melihat bahwa gadis ini bukanlah orang sembarangan, melainkan seorang ahli pedang yang lihai sekali.

“Wah, celaka.,..” 

Tiba-tiba Giam Kin berseru, nampak gugup dan bingung sekali, matanya yang tinggal sebelah menatap wajah Cui Bi. 

“Aku… aku kesalahan terhadap ayahmu, Nona. Ah, Tan Beng San Taihiap tentu akan marah kepadaku.”

“Kenapa, Lo-pek? Kau tidak bersalah apa-apa.”

“Celaka, Nona yang baik. Kau… kau telah terkena racun ular berbisa yang amat berbahaya!” Giam Kin membanting-banting kakinya, “Ayahmu tentu akan marah kepadaku. Coba kau menarik napas dalam-dalam, bukankah tercium bau yang amis? Apakah kau tidak merasa jantungmu berdebar-debar?”

Dengan muka berubah Cui Bi menarik napas dalam dan memang bau amis yang tadi masih teringat olehnya sehingga seakan-akan ia mencium bau amis itu makin jelas terasa daripada tadi, ia merasa jantungnya berdebar. Ia mengangguk gelisah.

“Nah, itu tanda kau keracunan. Cepat, kau pakai obat ini. Aku sendiri tidak terpengaruh racun karena membawa bunga ajaib ini. Kau cium dan sedot wangi bunga ini pasti sekaligus lenyap pengaruhnya racun itu.” 

Cui Bi menerima setangkai bunga yang tadinya entah berwarna apa karena bunga itu sudah melayu dan tinggal berwarna kuning gelap, warna daun mulai mengering. Ia masih ragu-ragu.

“Tapi… tapi… bagaimana aku bias keracunan kalau tidak ada seekor ularpun menyentuhku tadi?”

“Ah, kau tidak tahu, Nona. Diantara ular-ular tadi banyak ular beracun yang amat berbahaya. Sudah jamak melihat kita, ular-ular beracun tadi berniat menggigit dan mengeluarkan racunnya, akan tetapi mereka itu tertahan dan tidak berani oleh suara sulingku. Racun mereka yang keluar dari mulut mereka berceceran diatas tanah dan hawa pagi ini banyak keluar dari dalam tanah, membubung keatas. Racun ular yang sudah berada ditanah itu hawanya terbawa oleh hawa tanah, memasuki hidung kita dan kau yang tidak berdekatan bunga penawar racun ini tentu saja keracunan, Sudahlah, kau cepat-cepat cium obat penawar ini, kalau tidak… akan terlambat nanti dan kau akan celaka. Lekas….” Laki-laki itu nampak gugup dan bingung sekali.

Cui Bi memang seorang gadis muda yang berkepandaian tinggi, sudah banyak merantau dan pengetahuannya luas. Namun dalam hal tipu muslihat, berhadapan dengan Giam Kin dia hanya seorang bocah yang masih hijau. 

Melihat sikap Giam Kin dan mendengar keterangannya itu, ia percaya betul dan tanpa ragu-ragu lagi sekarang gadis itu mendekatkan bunga ke depan hidungnya dan menyedotnya. Ia mencium bau yang amat harum dan enak memasuki hidung terus ke kerongkongan lenyap dan ia menyedot makin keras. Tiba-tiba ia merasa kepalanya pening, pandang matanya berkunang.

“Celaka….” serunya sambil melempar kembang itu dan berusaha mencabut pedangnya.

“Ha-ha-ha-ha” 

Giam Kin tertawa, sulingnya bergerak menotok leher Cui Bi yang tak mampu bergerak lagi dan gadis ini roboh terguling, pingsan!

Sudah tentu saja semua ocehan Giam Kin tentang racun tadi bohong belaka. Karena pandainya ia bicara disesuaikan dengan suasana dan keadaan, tentu saja Cui Bi masih merasa mencium bau amis dari ular-ular tadi dan karena pemberitahuan Giam Kin itu mengejutkannya, sudah semestinya kalau jantungnya berdebar pula.

Demikianlah, dalam keadaan pingsan dan tidak berdaya karena sudah ditotok jalan darahnya, gadis ini dipanggul pergi oleh Giam Kin, kemudian seperti telah diceritakan dibagian depan, Giam Kin yang licik ini dapat mempermainkan gadis yang ditawannya itu untuk mengacaukan pertahanan Beng San sehingga pendekar ini terluka dalam pengeroyokan. Setelah melihat Beng San terluka dan tak mungkin dapat menang menghadapi pengeroyokan suhunya, supeknya dan tokoh-tokoh lain, Giam Kin lalu membawa pergi Cui Bi, kuatir kalau-kalau keluarga pendekar itu muncul.

Giam Kin sekarang berbeda dengan Giam Kin belasan tahun yang lalu. Tidak hanya berbeda dalam ilmu kepandaian yang makin meningkat karena selama ini ia tekun memperdalam ilmunya, juga wataknya berubah banyak. 

Dahulu ia adalah seorang laki-laki mata keranjang. Sekarang watak ini lenyap berbareng dengan lenyapnya ketampanan wajahnya. Sekarang ia berubah menjadi manusia iblis yang haus darah, yang haus akan balas dendam terhadap musuh-musuhnya. 

Mukanya rusak oleh burung rajawali emas dan Kwa Hong, karenanya tentu saja ia amat mendendam kepada Kwa Hong. Akan tetapi dia sekarang menjadi cerdik luar biasa, maka tadi bertemu dengan Kwa Hong ia tidak bertindak apa-apa karena ia sedang memerlukan Kwa Hong dalam pengeroyokan terhadap Beng San. 

Sekarang ia hendak melampiaskan dendamnya kepada Beng San, kepada keluarganya. Maka setelah puteri Beng San terjatuh ke dalam tangannya, tidak lain nafsu dalam dadanya kecuali menyiksa dan membunuh gadis anak musuhnya ini.

Ia membawa lari Cui Bi kedalam hutan lain disebelah timur, di lereng Gunung Thai-san, jauh dari tempat berkumpulnya para tamu. Wajahnya yang buruk itu tertawa-tawa, agaknya ia gembira sekali membayangkan siksa yang akan ia lakukan atas diri anak musuhnya ini. 

Tubuh gadis itu ia lemparkan diatas tanah yang kering tak berumput, lalu ia mengambil sehelal kain sutera, mengikat kaki tangan gadis itu, membalikkan tubuh gadis itu telentang, kemudian ia membebaskan totokan pada tubuh gadis itu. Cui Bi yang merasa betapa jalan darahnya pulih kembali, berusaha meronta, akan tetapi ternyata tali itu kuat sekali.

Ketika ia hendak membuka mulut untuk mengelurkan pekik pemberitahuan kepada ayah bundanya, ia kaget karena tak dapat ia mengeluarkan sedikitpun suara. Kiranya iblis yang cerdik itu telah menotok jalan darah dari urat gagunya, membuat ia tak dapat mengeluarkan suara.

Terpaksa Cui Bi hanya telentang dengan mata melotot marah, memandang kepada wajah manusia iblis yang duduk bersila diatas tanah. Ngeri juga kalau ia memperhatikan wajah manusia ini, sudah tak patut disebut manusia lagi baik bentuk mukanya maupun gerak-geriknya. 

Mata kanan yang kemerahan itu seperti mata orang gila, sedangkan mata kiri yang kosong menghitam itu seperti mata tengkorak, mata iblis. Mulut yang robek dan terbuka memperlihatkan deretan gigi yang masih rapi itu terlalu menyeringai dan menyeramkan karena gusi-gusi kemerahan tampak diatas gigi pinggir yang runcing seperti gigi setan. 

Dan diam-diam gadis ini di samping kengeriannya juga menduga-duga siapa adanya tokoh buruk rupa yang aneh ini dan mengapa pula memusuhi ayahnya. Ia dapat menduga bahwa tentu orang ini musuh ayahnya yang sekarang menjatuhkan dendam kepadanya, puteri tunggal ayahnya. 

Akan tetapi sepanjang ingatannya, belum pernah ayahnya bercerita tentang tokoh seperti iblis ini yang anggapannya malah jauh lebih mengerikan daripada tokoh-tokoh manusia iblis yang pernah ia dengar dari ayahnya.

“Heh-heh-heh, matamu seperti ayahmu benar!” Giam Kin tertawa gembira. “Matamu penuh pertanyaan mengapa aku melakukan hal ini kepadamu dan siapa adanya aku, bukan? Nah, dengarlah, bocah. Dengarlah baik-baik agar kau tidak mati penasaran. Aku adalah Siauw-coa-ong (Raja Ular Kecil) Giam Kin, sahabat baik ayahmu, heh-heh-heh!” 

Ia tertawa terpingkal-pingkal, tubuhnya berguncang-guncang dan pandangan Cui Bi tertuju kepada tangan kiri yang kaku mati seperti cakar setan itu, dan gadis ini kelihatan heran.







Next>>

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)