RAJAWALI EMAS JILID 134

Beng San maklum bahwa perkumpulan yang baru didirikannya itu hanya mempunyai tiga puluh lebih orang anggauta, tak boleh dibilang kuat menghadapi bahaya.

Akan tetapi ia percaya kepada diri sendiri, apalagi disitu ada isterinya yang lihai dan terutama sekali karena sekarang disamping Cui Bi yang ia tahu tak kalah lihai dari ibunya, terdapat pula anaknya yang baru tiba, Sin Lee, Kong Bu. Ia maklum bahwa dua orang puteranya ini adalah bocah-bocah gemblengan, malah ia boleh mengandalkan tenaga murid-murid Hoa-san-pai terutama Li Eng. 

Hui Cu belum begitu tinggi ilmunya sedang Kun Hong tetap merupakan tokoh penuh rahasia bagi Beng San, Pemuda ini sama sekali tidak pernah mau mengaku bahwa ia memiliki kepandaian tinggi dan karena Beng San merasa berhutang nyawa, maka pendekar ini tidak berani untuk mencoba-coba. Biarpun masih amat muda, sikap Kun Hong seperti seorang yang sudah tua, membuat orang tidak berani main-main kepadanya.

Di samping kekuatan keluarga sendiri yang cukup membesarkan hati ini, disitu masih banyak sahabat-sahabat yang kiranya takkan berpeluk tangan kalau melihat Thai-san-pai diganggu penjahat. Terutama sekali tentu saja, calon besan dan calon mantunya Bun Lim Kwi dan Bun Wan. 

Cuma seorang saja yang kadang-kadang membuat Beng San berdebar, yaitu Pak-thian Locu. Kalau kakek itu nanti muncul, tidak ada orang lain yang boleh diandalkan untuk menghadapinya kecuali dia sendiri. Kakek itu terlampau lihai, dan tingkatnya sudah tinggi sekali sehingga dia sendiripun masih ragu-ragu apakah akan dapat mengatasinya.

Beberapa orang tamu sudah mulai mabuk dan tiba-tiba Lai Teng guru silat pongah yang tinggi besar itu berdiri dari bangkunya. Agaknya teman-temannya semeja berhasil menghasutnya dan kini ia berdiri dengan kaki terpentang dan ia bertepuk tangan beberapa kali untuk menarik perhatian. Setelah semua orang memandangnya, ia berkata dengan suara nyaring,

“Heiii! Thai-san-pai ini partai macam apa sih? Perkumpulan para pengejar huruf, pengejar konde, ataukah perkumpulan orang-orang gagah? Kalau ketuanya seorang ahli silat tinggi, seorang raja pedang, kenapa perayaan ini begini adem? Membosankan!”

Ucapan ini terang merupakan penghinaan yang sengaja dikeluarkan untuk memancing keributan. Akan tetapi Beng San dan keluarganya hanya memandangnya dengan sikap tenang-tenang saja.

Terdengar pekik sorak disana-sini, terutama dari mereka yang memang ingin segera menyaksikan keributan terjadi di tempat itu. Ada suara dari sudut berseru, 

“Lai-kauwsu, kau berjuluk Si Cakar Naga, dikota raja siapa yang tidak pernah mendengar nama besarmu? Tapi disini, jangan kau main-main. Apa kau berani memperlihatkan kepandaianmu di panggung? Jangan-jangan kau akan diketawai Thai-san-pai!”

Semua orang menengok untuk melihat Si Pembicara, akan tetapi tidak ada yang tahu betul siapa yang menguacapkan suara tadi. Hanya orang-orang pandai diantara tamu dan tentu saja pihak tuan rumah yang tahu bahwa suara ini dikeluarkan oleh seorang pandai yang mempunyai ilmu khikang tinggi sehingga dapat memindahkan arah suaranya. Orang yang pandai dengan ilmu ini, biarpun ia berdiri di sebelah barat, suaranya dapat terdengar seperti datang di sebelah timur. 

Beng San maklum bahwa orang yang memusuhinya mulai “membakar” suasana. Namun ia tenang saja dan memang sudah siap menghadapi segala kericuhan yang disengaja oleh para lawannya. Sebagai sebuah partai baru, Thai-san pai harus memperlihatkan keangkerannya, harus dapat menjaga nama dan keadaan yang sekarang ia hadapi ini merupakan ujian berat namun baik sekali.

Lai Tang Si Cakar Naga menengok juga akan tetapi karena tidak dapat melihat orang yang mengeluarkan kata-kata itu, ia segera melihat kearah panggung dan kemarahannya sudah meluap.

“Siapa takut diketawai dan siapa berani menertawai aku?” 

Tubuhnya melayang dan ia sudah naik ke atas panggung yang memang disediakan itu. Ketika melayang ke atas papan panggung itu, tubuhnya seperti daun kering saja, amat ringan dan sedikitpun tidak mengeluarkan suara. 

Menyaksikan gin-kang yang cukup hebat ini, para tamu yang muda dan yang tidak begitu tinggi tingkat ilmunya, segera bertepuk tangan riuh-rendah memuj. Lai Tang yang, disoraki ini “mendapat hati”. Sambil petantang-petenteng ia berkata ke arah rombongan tuan rumah.





“Tidak ada partai baru didirikan tanpa diuji. Thai-san-pai adalah partai baru, tapi siapa pernah mendengar tentang ilmu silat Thai-san-pai? Dalam perayaan semacam ini, sudah sepatutnya Thai-san-pai memperlihatkan isinya. Biarlah aku menjadi orang pertama untuk belajar kenal dengan kelihaian ilmu silat Thai-san-pai!”

Kong Bu bergerak dari bangkunya, juga Sin Lee mengepal tinju, akan tetapi Beng San. memberi isyarat kepada dua orang puteranya itu untuk menahan diri dan bersikap sabar, kemudian ia menggapai kepada Oei Sun, murid kepala yang berdiri di rombongan para murid Thai-san-pai. 

Isyarat ini cukup dapat dimengerti oleh Oei Sun yang dengan langkah tenang lalu mnghampiri panggung, kemudian setelah menjura ke depan Beng San dan Li Cu, murid kepala ini lalu melompat ke atas panggung, menghadapi Lai Tang sambil tersenyum dan memberi hormat.

“Lai-kauwsu, atas perkenan ketua kami, saya diwajibkan melayani Kauwsu yang datang sebagai tamu dan kami Thai-sar-pai sebagai tuan rumah wajib melayani semua kehendak tamu. Harap Kauwsu ketahui bahwa Thai-san-pai didirikan bukan sekali-kali bermaksud untuk menjagoi, terlebih-lebih pula sama sekali bukan didirikan dengan maksud mencari permusuhan dengan orang atau pihak manapun juga.”

“Ha-ha-ha!” Lai Tang tertawa bergelak. “Kalau begitu, apakah Thai-san-pai merupakan sebuah perkumpulan yang mengajar seni tari, ataukah kebatinan, apakah perkumpulan bermain judi? Apakah Thai-san-pai bukan perkumpulan silat?”

Merah muka Oei Sun mendengar ejekan ini, namun mulutnya masih tersenyum ramah dan tenang. 

“Lai-kauwsu, sudah tentu saja guru kami mendirikan sebuah perkumpulan silat dan Thai-san-pai adalah perkumpulan silat karena ketuanya seorang ahli silat yang sudah dikenal oleh seluruh dunia. Akan tetapi sama sekali bukan perkumpulan silat yang mendidik murid-muridnya menjadi pongah dan sombong, dan semua anak murid Thai-san-pai mempelajari ilmu silat hanya untuk memenuhi kehendak guru dan memenuhi sumpah Thai-san-pai, yaitu mempergunakan kepandaian ilmu silat untuk memberantas kejahatan dan kelaliman, menegakkan kebenaran dan keadilan, mengabdi kebajikan, bukan untuk menjadi jagoan yang berlagak tengik!”

Lai Tang merasa disindir dan matanya melotot. 
“Bagus sekali! Kalau begitu ingin sekali aku menguji ilmu silat Thai-san-pai, apakah sudah cukup tinggi untuk membuat anak muridnya menjadi pendekar. Silahkan ketuanya maju, biar aku Lai Tang mohon sedikit pelajaran.”

Oei Sun juga sudah marah. 
“Lai-kauw-su, aku Oei Sun adalah murid Thai-san-pai dan Suhu sudah memerintahkan aku untuk melayanimu. Kalau kau sebagai tamu menghendaki pertandingan untuk menguji ilmu silat, silakan, aku bisa melayanimu.”

“Ah, begitukah? Nah, kau terimalah seranganku ini!” 

Lai Tang serta-merta menerjang dengan serangannya dan agaknya guru silat ini hendak mencapai kemenangan dalam waktu singkat karena begitu menerjang ia telah mainkan ilmu silatnya yang paling diandalkan dan yang membuat ia dijuluki Si Cakar Naga, yaitu ilmu silat yana ia namakan Liong-Jiau-kang (Ilmu Cakar Naga). 

Ilmu silat ini dimainkan dengan kedua tangan terbuka, dan jari-jari tangan dipergunakan untuk mencengkeram sedangkan pukulan ditekukan oleh pangkal tangan. Disertai tenaga Iwee-kang yang kuat, Ilmu Liong-jiauw-kang ini memang berbahaya sekali karena selain memukul, kedua tangan itu dapat mencengkeram atau menangkap, Pada hakekatnya ilmu Liong-jiauw-kang ini tiada bedanya dengan Ilmu Eng-jiauw-kang, akan tetapi dasar Lai Tang orangnya sombong, ia mengadakan perubahan pada ilmu Silat Eng-jiauw-kang ini dan menganggap bahwa ilmu silat ini adalah ciptaannya, malah ia memakai julukan Si Cakar Naga segala!

Oei Sun adalah murid pertama dari Beng San. Biarpun bakatnya tidak amat baik, namun karena ketekunannya mempelajari ilmu silat selama belasan tahun, bahkan selama dua puluh tahunan ini, tentu saja ilmu silatnya sudah cukup tinggi.

Beng San dan Li Cu memang tidak melihat bakat baik pada dirinya, namun Oei Sun memiliki kejujuran, kesetiaan dan keteguhan hati, dan suami isteri ini menemukan Oei Sun ketika pemuda ini disuatu dusun untuk menbela penduduk disitu, mengamuk menghadapi pengeroyokan belasan orang perampok, padahal ia sama sekali tidak tahu ilmu silat. 

Sifat gagah dan jiwa ksatria inilah yang menarik hati Beng San dan Oei Sun tidak mempunyai sanak keluarga, lalu diajak ke Thai-san dan diberi pelajaran ilmu silat. Oei Sun amat setia dan ia malah sampai sekarang tidak pernah beristeri. Tentu saja Beng San tidak menurunkan ilmu-ilmu seperti Im-yang Sin-hoat atau ilmu silat isterinya Sian-li Kun-hoat kepada Oei Sun, hanya puteri mereka saja yang mewarisi kedua ilmu ini, namun Beng San mengajarnya Thai-san Kun hoat yang ia ciptakan bersama isterinya. Dalam Ilmu Silat Thai-san Kun-hoat ini terkandung beberapa pukulan-pukulan penting dari kedua ilmu silat diatas.

Melihat datangnya penyerangan Lai Tang yang cepat dan bertubi-tubi itu, Oei Sun dengan tenang menggeser kaki ke belakang dan beberapa kali ia mengelak dengan cepat sambil memperhatikan gaya permainan lawan. 

Memang beginilah sikap anak murid Thai-san-pai, kalau diserang lawan, tidak buru-buru membalas melainkan menangkis atau mengelak beberapa kali sambil memperhatikan gaya lawan untuk mencari kelemahannya. Pada hakekatnya, dasar ilmu silat Lai Tang tidaklah hebat, maka setelah mengelak lima kali saja Oei Sun sudah dapat mengetahui kelemahan lawan. 

Cengkeraman yang merupakan pokok penyerangan itu dilakukan dengan tangan bergerak dari depan dada sehingga siku lengan itu menjulur ke depan dan inilah kelemahah Lai Tang.

Setelah mengelak dan menangkis beberapa belas jurus lamanya, Oei Sun mencari kesempatan. Pada saat ia mengelak dari cengkeraman tangan kanan, tangan kiri Lai Tang sudah siap, lengannya ditekuk dengan tangan kedepan dada. Saat itu Oei Sun cepat memukul ke depan, tepat pada siku kiri Lai Tang, mengarah jalan darah pada sambungan siku.

“Aduh…!” 

Lai Tang terhuyung mundur, mukanya pucat dan tangan kanannya memegangi siku kiri yang terlepas sambungannya oleh pukulan tadi!

Oei Sun menjura sambil tersenyum, 
“Terima kasih bahwa Lai-kauwsu sudah suka mengalah kepadaku.”

”Keparat jangan sombong, aku belum kalah!” teriak guru silat kasar ini dan tangan kanannya tahu-tahu telah mencabut sebatang golok dari pinggangnya. 

Biarpun lengan kirinya sudah lumpuh karena sambungan sikunya terlepas ia masih dapat bergerak cepat dan goloknya menyambar ke arah leher Oei Sun. Semua orang terkejut melihat gerakan golok yang amat cepat datangnya, namun Beng San yang menonton dari kursinya hanya tersenyum tenang saja. Muridnya itu biarpun kurang berbakat, namun cukup teliti dan terlatih sehingga kalau hanya menghadapi seorang lawan kasar macam Lai Tang saja pasti takkan memalukan.

“Eh, Lai-kauwsu hendak main-main dengan senjata?” seru Oei Sun sambil menundukkan kepala dan menggeser kekiri, tangan kanannya bergerak dan tercabutlah sebatang pedang dari pinggangnya. 

Ketika golok lawannya menyambar lagi dari samping, ia menangkis sambil menyelinap maju dan tahu-tahu pedangnya sudah melanjutkan tenaga tangkisan atau benturan itu merupakan tusukan kearah lambung. 

Lai Tang dapat menangkis pula dan bertandinglah dua orang ini dengan seru. Harus dipuji juga keuletan Lai Tang. Lengan kiri yang lumpuh itu menghambat gerakan-gerakannya tak mau menyerah mentah-mentah dan goloknya yang digerakan dengan tenaga besar menyambar-nyambar ganas. 

Namun menghadapi ilmu pedang Oei Sun, jelas bahwa ia kalah setingkat. Ilmu pedang Thai-san-pai yang dimainkan Oei Sun adalah pecahan dari Im-yang Kiam-hoat dan Sian-li Kiam-hoat, hebatnya bukan kepalang, juga amat indah ditonton.

Belum sampai dua puluh jurus pandang mata Lai Tang menjadi kabur, kepalanya pening dan melihat lawan seakan-akan sudah berubah menjadi banyak sekali. Baiknya Oei Sun sebagai murid Beng San, bukanlah seorang kejam.







Next>>

Postingan populer dari blog ini

RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)

RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)

JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)