PENDEKAR BUTA JILID 007
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Kun Hong amat kagum dan takluk kepada Tan Beng San, orang yang amat dia hormati karena kegagahannya, apalagi kalau dia ingat bahwa Tan Beng San adalah ayah dari mendiang kekasihnya, Tan Cui Bi, Malah boleh dibilang dia adalah murid langsung dari Tan Beng San Si Raja Pedang itu, yang ketika dia menjadi buta, telah membisikkan rahasia dari Ilmu Sakti Im-yang-sin-kun-hoat (Baca cerita Raja Pedang dan Rajawali Emas).
Sekarang gadis yang mengaku berjuluk Bi-yan-cu Si Walet Jelita ini, yang bukan lain adalah keponakan dari Tan Beng San, berada disini dan terancam bahaya pengeroyokan dua fihak yang tadinya bertentangan. Angin gerakan gadis itu tadi membuktikan bahwa ia berkepandaian tinggi, tentu telah mewarisi Ilmu Silat Sian-li-kun-hoat dari ayahnya.
Akan tetapi menghadapi pengeroyokan demikian banyaknya orang, tentu berbahaya juga. Seorang gadis yang menurut suaranya takkan lebih dari delapan belas tahun usianya itu mana boleh mati dikeroyok, juga amat tidak baik kalau mengamuk dan menjadi pembunuh puluhan orang manusia. Dia harus segera turun tangan, demikian Kun Hong mengambil keputusan.
Sudah terdengar olehnya suara senjata beradu disusul pekik kesakitan banyak orang. Ah, jelas bahwa gadis lihai itu tentu sudah mengamuk, pikirnya. Cepat Kun Hong melompat berdiri, tongkatnya siap di tangan kanan dan tangan kirinya mengeluarkan mahkota itu, diangkatnya tinggi-tinggi lalu dia berseru nyaring,
“Heeii, kalian semua berhentilah bertempur dan lihat apa yang berada di tanganku ini!!”
Karena ketika berseru ini Kun Hong mengerahkan sedikit tenaga khikang dari dalam perutnya, tentu saja suaranya nyaring sekali mengatasi semua kegaduhan dan mendadak semua pertempuran berhenti ketika mereka melihat benda emas mengkilap terhias permata berkilauan berada di tangan kiri pemuda buta itu.
“Mahkota pusaka …….!” terdengar teriakan disana-sini.
“Kalian bertempur untuk memperebutkan benda ini, bukan? Benar-benar kalian tak tahu malu. Benda ini bukanlah milik kalian, terang bahwa benda ini dirampok dari tangan seorang pembesar. Sungguh tak baik kalian. Rakyat sudah cukup penderitaannya, kalian orang-orang kuat dan memiliki kepandaian, mengapa justeru mempergunakan kekuatan itu untuk menambah kekacauan dan memperberat penderitaan rakyat? Sekarang benda ini sudah berada di tanganku, hendak kukembalikan kepada yang berhak. Siapa saja tidak boleh merampas benda ini dan kalian tidak perlu saling bermusuhan lagi!”
Semua orang itu berdiri melongo. Siapa yang takkan terheran-heran menyaksikan aksi orang buta itu? Dan akhirnya meledaklah suara ketawa saking geli di samping marah dan mendongkol. Yang paling marah dan mendongkol adalah Lauw Teng. Dia marah sekali kepada puterinya. Benda itu dia suruh simpan atau bawa puterinya agar tidak diketahui orang, siapa duga oleh puterinya dititipkan kepada sinshe buta ini.
“Kwa-sinshe, apakah……. apakah kau sudah gila?” bentaknya marah.
Yang lebih dulu bergerak adalah Swat-ji. Gadis ini kaget dan takut sekali akan kemarahan ayahnya ketika melihat orang buta itu begitu saja memperlihatkan mahkota kepada semua orang. Ia cepat meloncat ke depan dengan hidung masih berdarah, menyambar dengan tangannya untuk merampas mahkota itu dari tangan Kun Hong.
“Sinshe, kau kembalikan titipanku!” katanya.
Akan tetapi aneh sekali, sambarannya tidak mengenai sasaran sehingga ia terhuyung-huyung ke depan. Ia membalik dan dengan suara merayu ia membujuk,
“Sinshe yang baik, kau kembalikan benda itu kepadaku.”
“Nona Lauw mahkota ini bukan milikmu, menyesal sekali tak dapat kuberikan kepada siapapun juga.”
Swat-ji marah dan menyerbu untuk merampas mahkota, namun tiba-tiba ia terjungkal dan untuk kedua kalinya ia mencium tanah. Kini hidung yang tadinya berdarah, berubah menjadi bengkak.
“Aduh…….” ia mengeluh, “kau……. keterlaluan……. kau kejam. Tadi kau begitu baik……. sinshe, bukankah malam nanti kau mau memijati badanku? Kenapa sekarang merampas mahkota?”
Kembali beberapa orang tertawa mendengar ini dan muka Kun Hong yang berkulit putih itu menjadi kemerahan.
“Nona, jangan keluarkan omongan bukan-bukan!, Seharusnya sebagai seorang gadis kau tidak bertingkah seperti ini…….”
Tapi pada saat itu Lauw Teng sudah menerjang maju, tangan kanan menghantam dada Kun Hong sedangkan tangan kiri berusaha merampas mahkota sambil berseru.
“Sinshe buta, kiranya kau hendak mengacau!”
Seperti halnya Swat-ji, pukulan ini tidak mengenai sasaran, juga mahkota tidak terampas, sebaliknya entah mengapa dan cara bagaimana, tahu-tahu tubuh ketua Hui-houw-pang itu terjungkal ke bawah! Inilah hebat!
Ketua Hui-houw-pang ini terkenal seorang yang cukup kosen, berkepandaian tinggi. Bagaimana ketika menyerang sinshe muda buta itu seperti tersandung batu kakinya dan terjungkal begitu mudah?
Orang-orang tidak ada yang dapat mengikuti gerakan Kun Hong dan bagi mereka seakan-akan pemuda buta itu tidak bergerak apa-apa kecuali mengangkat mahkota itu tinggi-tinggi seperti takut dirampas!
Hanya beberapa orang saja yang menjadi tertegun dan berubah air mukanya. Mereka ini adalah Lauw Teng sendiri, ketua Kiang-liong-pang, Bhe Ham Ko, tosu dan Kwan Tojin, laki-laki tinggi besar muka hitam, beberapa orang tamu undangan Lauw Teng, dan juga nona baju hitam yang baru datang.
Mereka itu melihat betapa ketua Hui-houw-pang tadi roboh oleh gerakan tangan yang perlahan dan hampir tidak kelihatan dari sinshe buta itu! Keadaan menjadi gempar dan kini segala kemarahan dan perhatian ditumpahkan semua kepada si buta! Lupalah semua orang akan urusan yang tadi, lupa akan pertengkaran antara Hui-houw-pang dan Kiang-liong-pang, lupa pula akan si nona baju hitam yang tadinya hendak mereka keroyok. Sekarang mahkota berada di tangan sinshe buta, tentu saja dia inilah yang menjadi sasaran. Dan hal ini tepat seperti yang dikehendaki oleh Kun Hong.
Setelah menyaksikan betapa dengan aneh Lauw Teng roboh sendiri ketika hendak merampas mahkota, orang-orang tidak berani bertindak sembrono. Mereka memandang orang buta itu dengan heran dan ragu-ragu apa yang harus mereka lakukan. Kun Hong juga berdiri tak bergerak, siap untuk membela diri dari setiap serangan.
Seorang anggauta Kiang-liong-pang maju perlahan. Tangan kanannya memegang sebuah ruyung besi yang berat, Sejak tadi dia mengincar Kun Hong dan dia tidak percaya kalau tidak mampu menjatuhkan si buta ini. Apa sih sukarnya mengalahkan orang buta? Sekali pukul beres. Agaknya si buta ini pandai silat, pikirnya, maka harus digunakan akal.
Dengan amat hati-hati dia melangkah terus maju sampai dekat sekali dengan Kun Hong, dalam jarak satu meter. Pemuda itu tetap tidak bergerak seakan-akan tidak tahu bahwa dia didekati lawan dari depan yang kini sudah menggeletar seluruh urat di tubuhnya untuk menghantamnya.
Tanpa mengeluarkan kata-kata, orang itu kini mengangkat ruyungnya tinggi-tinggi, menghimpun tenaga lalu “wherrrr!” ruyungnya menimpa ke arah kepala Kun Hong yang agaknya akan pecah berantakan tertimpa ruyung besi yang berat itu. Seperti tadi, tanpa menggeser kakinya Kun Hong miringkan kepala dan sekali jari tangannya bergerak, lawan itu jatuh tersungkur, mengaduh-aduh kesakitan karena ruyungnya mencium kepalanya sendiri sampai benjol sebesar telur angsa.
Seorang anak buah Hui-houw-pang dari belakang Kun Hong berindap-indap menghampiri dengan tombak runcing di tangan. Setelah dekat tiba-tiba dia menusuk. Tombak menusuk angin, terdengar suara keras, tombak patah menjadi tiga dan orang itu terlempar ke belakang.
Sekarang barulah semua orang tahu atau menduga bahwa si buta itu kiranya bukanlah seorang sembarangan, melainkan seorang yang memiliki kepandaian luar biasa! Akan tetapi karena dialah yang kini memegang mahkota yang amat diinginkan itu, semua orang kini mulai mendekat dengan sikap mengancam.
Dengan kepala dimiringkan Kun Hong dapat mendengar betapa orang-orang itu mendekat dan mengepungnya, malah yang mengurungnya kini bukanlah orang-orang biasa seperti tadi telah menyerangnya. Agaknya tokoh-tokoh penting dari kedua fihak mulai hendak turun tangan secara mengeroyoknya, juga dari sebelah kirinya dia tahu bahwa gadis yang berjuluk Bi-yan-cu itupun hendak menyerbu dan merampas mahkota. Kun Hong memegang tongkatnya erat-erat di tangan kanannya.
Dia tidak menanti lama. Segera didengarnya angin menyambar, angin senjata yang menyerang dari kanan-kiri, depan dan belakang. Cepat dia menggerakkan tongkatnya dan terdengar suara “cring-cring-cring” berulang-ulang disusul dengan suara gaduh dan jerit kesakitan.
Orang-orang yang belum ikut menyerbu memandang dengan mata terbelalak keheranan. Mereka tadi melihat orang-orang pilihan dari kedua fihak menyerbu dan hanya tampak kilat berkelebatan, tapi……….. tahu-tahu banyak pedang, golok dan tombak beterbangan dalam keadaan patah menjadi dua sedangkan lima orang sekaligus roboh bergulingan, menjerit-jerit karena tangan atau lengan mereka berdarah, luka tergores benda tajam!
Hebatnya, ketika mereka melihat lagi kearah sasaran, si buta itu masih berdiri seperti biasa, dengan tangan kiri memegang mahkota tinggi dan tangan kanan membawa tongkat!
“Minggir………..!”
Bentakan ini keluar dari mulut ketua Kiang-liong-pang dan kakek ini dengan dayungnya menerjang hebat.
Lauw Teng yang tidak ingin melihat ketua fihak saingan ini dapat merampas mahkota, cepat mencabut golok besarnya dan hampir berbarengan menyerbu pula ke depan. Gerakannya ini diikuti oleh Ban Kwan Tojin yang sudah mencabut sepasang pedangnya karena tosu ini yang berpemandangan tajam sudah mengetahui bahwa pemuda buta ini bukan orang sembarangan dan memiliki kepandaian yang hebat. Apalagi kalau diingat keterangan pemuda ini yang mengaku sebagai murid Toat-beng Yok-mo, tentu saja patut miliki ilmu silat yang luar biasa.
Sementara itu, gadis baju hitam berjuluk Bi-yan-cu, semenjak tadi menahan senjatanya. Ia seorang gadis yang mewarisi ilmu kepandaian tinggi, pandang matanya awas dan tajam. Melihat gerak-gerik si buta ini, jantungnya berdebar. Segera ia dapat mengenal dasar-dasar gerakan yang aneh dan luar biasa, dasar ilmu silat yang sakti.
Oleh karena itu, biarpun ia ikut mendekat, namun ia tidak berani sembrono melakukan penyerangan. Ia masih belum tahu apa kehendak orang buta yang aneh itu, tidak tahu apakah dia itu kawan atau lawan dan apa pula yang hendak dilakukan dengan perampasan mahkota itu.
Akan tetapi melihat si buta menentang dua perkumpulan penjahat sekaligus, di dalam hati gadis itu sudah menganggap Kun Hong sebagai kawan. Maka ia bersikap waspada, pedang di tangan untuk siap membantu si buta kalau-kalau terancam bahaya pengeroyokan puluhan orang banyaknya itu.
Dalam waktu hampir bersamaan pelbagai senjata yang digerakkan oleh tangan-tangan terlatih itu menyambar ke arah tubuh Kun Hong. Yang terdahulu sekali adalah dayung di tangan Bhe Ham Ko yang menyambar kearah kepalanya, mengeluarkan suara mengiung saking kerasnya.
Dayung ini menyambar dari kanan ke kiri. Lalu disusul berkelebatnya golok besar di tangan Lauw Teng. Sambaran golok ini mengarah leher, juga cepat dan bertenaga sehingga mengeluarkan suara mendesing. Kemudian sepasang pedang di tangan Ban Kwan Tojin pembantu Lauw Teng itupun meluncur datang, yang kiri menusuk lambung yang kanan menyerampang kaki. Gerakan ini dilakukan oleh tosu itu dengan menekuk lutut, cepat dan berbahaya sekali datangnya pedang, hampir tak dapat diikuti pandangan mata.
Diam-diam gadis jelita baju hitam mengeluarkan keringat dingin. Ia harus mengaku bahwa tiga orang ini bukanlah merupakan lawan yang lunak dan andaikata ia sendiri yang diserang secara berbareng seperti itu, hanya dengan meloncat jauh mengandalkan ginkang (ilmu meringankan tubuh) saja agaknya akan dapat menyelamatkan dirinya.
Akan tetapi orang buta itu tidak kelihatan bergerak sama sekali, masih berdiri tegak dengan tangan kiri yang memegang mahkota diangkat tinggi sedangkan tangan kanan memegangi tongkat melintang di depan dada.
Akan tetapi tiba-tiba kelihatan sinar merah berkilat menyambar-nyambar, merupakan gulungan sinar merah yang menyilaukan mata, disusul suara nyaring berdencingnya senjata tajam saling bertemu dan……….. tiga orang pengeroyok ini berseru kaget dan masing-masing melompat mundur sampai tiga meter lebih.
Ketika semua orang yang tadi menjadi silau matanya oleh sinar merah yang bergulung-gulung itu kini dapat memandang penuh perhatian, mereka melihat bahwa Bhe Ham Ko bengong memandang dayungnya yang sudah patah menjadi dua potongan kecil di kedua tangannya, Lauw Teng melongo menatap tangan kanannya yang hanya memegangi gagang golok sedangkan Ban Kwan Tojin merah mukanya karena pedangnya yang kanan terbang entah kemana sedangkan yang kiri sudah semplok (patah) ujungnya!
008
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI