PENDEKAR BUTA JILID 017
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
“Hemmm, lenganku yang terkutuk inilah yang menjadi penghalang! Aku hanya dapat merampas mahkota, merobohkan tosu bau dan anjing kaisar dengan melukai mereka. Sayang lenganku begini sakit, kalau tidak, hemmmm……….. mereka semua akan menjadi setan tanpa kepala!”
“Kau ganas sekali.” Suara Kun Hong dingin.
“Apa, ganas? Mereka itu orang-orang jahat, membunuhi orang-orang tak berdaya dan tak berdosa, merekalah yang ganas. Aku membasmi orang-orang jahat kau sebut ganas? Kalau kau membiarkan mereka melakukan kejahatan, maka kaulah yang ganas!”
Kun Hong merasa kalah berdebat. Pengetahuan gadis ini masih dangkal sekali, mana tahu tentang perkara yang menyinggung hal pelik ini?
“Sudahlah, sekarang katakan, setelah kau berhasil merampas mahkota, kau lalu mengikuti aku dan bahkan menyusul, apa kehendakmu?”
“Wah, banyak sekali! Dengar baik-baik. Kau telah menghinaku tiga kali dan kau hutang penjelasan kepadaku sebanyak dua kali.”
“Waduh, berat kalau begitu perkaranya. Hemm, coba kau sebutkan satu-satu apa yang kau maksudkan semua itu.”
“Pertama, kau tadinya menolongku, itu tanda kau suka kepadaku, tapi ternyata mau main gila, memijati tubuh perempuan genit itu, ini penghinaan nomor satu. Penghinaan nomor dua, di depan mataku kau berani pula main gila dengan janda itu. Penghinaan nomor tiga, kau pura-pura berkorban untukku, menukar aku yang tertawan dengan dirimu sendiri, kiranya kau hanya main-main tidak sungguh-sungguh berkorban lalu melepaskan diri dengan mudah!”
Kembali Kun Hong tertawa. Bocah ini lucu benar. Dia tadi sudah khawatir bahwa dia menghina orang, tidak tahunya urusan begitu dianggap penghinaan!
“Wah-wah, berat! Lalu hutang penyelesaian itu bagaimana?”
“Pertama, kau harus jelaskan kepadaku mengapa kau menolongku, Kedua kalinya, apa maksudmu menyebut-nyebut nama Tan Beng San dan apa hubunganmu dengan manusia itu!”
Ucapan terakhir ini mengejutkan hati Kun Hong. Tapi dia bersabar lalu menjawab,
“Kujawab satu demi satu. Tiga penghinaan itu hanya dugaanmu belaka. Aku tidak main gila pada siapapun juga. Tidak pernah memijati puteri Lauw-pangcu biarpun ia secara tak tahu malu menyebut-nyebutnya. Juga tidak main gila dengan janda itu, kau harus tahu bahwa ia seorang yang berhati putih bersih dan bermartabat tinggi. Ketiga kalinya, aku memang menggantikan kau karena tak ingin melihat kau celaka di tangan mereka. Nah, sekarang tentang penjelasan. Tentu saja aku menolongmu, andaikata bukan kau yang terancam bahaya, akupun pasti akan menolong siapa saja yang menghadapi bahaya maut. Tentang diri Tan Beng San taihiap, dia itu jelas adalah pamanmu kalau memang betul kau puteri Sin-kiam-eng Tan Beng Kui. Sedangkan hubunganku dengan beliau, beliau adalah………….. guruku. Nah puas?”
“Tidak puas……………. tidak puas…………. omongan orang lelaki mana bisa dipercaya?”
Gadis itu diam sejenak, memandang tajam kemudian tiba-tiba ia meloncat keatas dan “sratt” pedangnya sudah dicabutnya.
“Tapi aku puas! Aku benar-benar puas!” katanya lagi, kini nada suaranya gembira sekali.
Kun Hong sampai menjadi bingung dan terpaksa harus memasang telinga baik-baik untuk dapat menangkap getaran suara itu dan untuk menyelami isi hati gadis yang aneh ini.
“Kau tidak puas dan kau puas? Bagaimana ini?”
“Aku tidak puas karena kata-katamu tak dapat dipercaya. Siapa berani tanggung bahwa kau tidak bohong? Tapi aku puas karena kau ternyata murid Tan Beng San. Hemmm, dengan gurunya belum juga aku dapat kesempatan mengadu kepandaian, sekarang mencoba muridnya juga sudah cukup memuaskan. Orang buta, bersiaplah menghadapi pedangku!”
Bukan main mendongkolnya hati Kun Hong. Gadis manja ini benar-benar keterlaluan. Salah orang tuanya yang terlalu memanjakannya sehingga gadis ini mempunyai watak yang takabur dan tinggi hati, merasa diri paling pintar dan paling lihai. Dia segera bangkit perlahan dan dengan senyum tanpa meninggalkan bibirnya dia berkata,
“Ah, kiranya kau membenci dan memusuhi pamanmu sendiri. Adik kecil, kau menantang aku? Apa kau lupa bahwa aku hanya seorang buta yang tak dapat melihat? Masa seorang buta ditantang bertempur?”
“Kau benar buta, apa bedanya? Biarpun buta, kau lebih pandai daripada yang tidak buta, siapa tidak tahu hal ini? Sebaliknya, akupun terluka di tangan kananku, gerakanku menjadi kaku, rasanya sakit sekali. Jadi keadaan kita sudah seimbang, tak boleh kau bilang aku menggunakan kebutaanmu untuk mencari kemenangan. Hayo, siap!”
Diam-diam ingin juga hati Kun Hong untuk menguji sampai dimana kepandaian gadis ini yang begini besar hati dan besar kepala. Dia sudah tahu akan kelihaian Ilmu Pedang Sian-li-kiam-hoat, bahkan dahulu pernah melihatnya sebelum dia buta. Bukankah kekasihnya dahulu juga telah mewarisi ilmu pedang itu? Teringat akan kekasihnya ini makin besar keinginan hatinya untuk menghadapi gadis ini memainkan Ilmu Pedang Sian-li-kiam-hoat. Dia lalu melintangkan tongkatnya di depan dada dan berkata tenang.
“Aku sudah siap.”
Akan tetapi gadis itu tidak segera mulai, melainkan berkata dulu dengan nada suara angkuh.
“Aku sudah dapat menduga bahwa di dalam tongkatmu itu tersembunyi senjata yang ampuh, maka jangan nanti katakan aku menyerang lawan yang hanya bertongkat. Nah, awas pedangku!”
Kun Hong tersenyum. Betapapun juga, gadis ini selain mempunyai keangkuhan, juga jujur dan ada sifat “satria” dalam hatinya. Mendengar desir angin serangannya, Kun Hong cepat menggerakkan tongkat menangkis, sengaja tidak mau menggunakan mata pedang Ang-hong-kiam karena khawatir kalau merusak pedang lawan itu.
Dari samping dia menangkis, meminjam tenaga lawan karena maksudnya hanya hendak menguji tenaga. Dalam gebrakan pertama ini dia sudah tahu bahwa gadis ini mengandalkan kepandaiannya kepada kegesitannya. Ginkang atau ilmunya meringankan tubuh memang sudah boleh juga, hanya kalah setingkat kalau dibandingkaa dengah Cui Bi, mendiang kekasihnya.
Akan tetapi tenaga Iweekangnya ternyata masih jauh daripada cukup. Dia melayani semua serangan gadis itu dengan tenang mengimbangi tenaga dan kecepatannya. Gembira hatinya ketika mendapat kenyataan bahwa Sian-li-kiam-hoat yang dimainkan gadis ini adalah ilmu pedang yang tulen.
Gerakan-gerakannya begitu halus dan lemas, keindahannya dapat dia rasakan dari desiran anginnya, dan di dalam khayalnya Kun Hong seakan-akan melihat kekasihnya sendiri bergerak menari pedang. Hatinya terharu bukan main dan dalam kegembiraannya dia sampai lupa bahwa dia tadi hendak menguji gadis itu. Dia selalu mengimbangi gadis itu, dan dia tidak memberi kesempatan kepada gadis itu untuk melukai tubuhnya, juga dia tidak mau mengambil kesempatan untuk merobohkannya.
Dua ratus jurus telah lewat dan tiba-tiba gadis itu menghentikan gerakannya, malah lalu tidak mau menyerang lagi. Kun Hong juga berhenti bersilat, berdiri tegak dengan muka pucat karena baru sekarang dia teringat bahwa dia sama sekali tidak sedang menari-nari dengan kekasihnya. Dia mendengar penuh perhatian dan alangkah kagetnya ketika mendengar gadis itu yang kini sudah duduk diatas tanah terisak menangis!
Diapun cepat berjongkok. Permainan pedang gadis itu yang sama benar dengan mendiang Cui Bi mendatangkan rasa simpati besar dan di dalam hatinya timbul rasa sayang kepada dara lincah ini.
“Nona, kau……….. kenapa kau menangis? Kau tidak terluka, juga tidak kalah…………”
“………… tidak kalah……….. ! Memang tidak kalah……….. hu-hu………. tapi juga tidak menang……. u-hu-huu …….!”
Tangisnya makin menjadi sehingga Kun Hong menjadi bingung sekali. Beberapa kali dia mengulur tangan hendak menghibur, tapi ditariknya kembali. Jantungnya serasa copot dan seluruh tubuhnya serasa lemas mendengar tangis ini. Aneh bin ajaib, mengapa tangis gadis ini sama dengan tangis Cui Bi? Isaknya sama, suara sedu-sedannya juga senada.
“Jangan……….. jangan menangis, Nona……….. biarlah aku mengaku kalah kalau kau menghendaki begitu.”
“Siapa sudi berlaku serendah itu? Hah, kalah sih bukan soal!” tiba-tiba tangisnya menghilang dan suaranya kembali nyaring. Benar-benar gadis aneh ia sehingga Kun Hong mendengarkan sambil terlongong. “Akan tetapi, siapa tidak mendongkol? Sampai hampir copot rasanya lengan kananku yang terkutuk ini, sampai sakit bukan main dan kupaksa-paksa tadi, akan tetapi tetap saja aku tidak mampu mengalahkan kau seorang buta! Baru kau muridnya yang buta saja begini hebat, apalagi gurunya yang tidak buta. Ah, aku berdebat dengan ayah, aku tidak menerima kata-kata ayah bahwa aku takkan mungkin dapat mengalahkan dia. Dan ternyata aku kalah bertaruh. Hu-hu-huu………..!” Dia menangis lagi tersedu-sedu seperti anak kecil minta permen ditolak.
“Tan Beng San taihiap adalah seorang pendekar besar, Nona dan kau seharusnya bangga karena dia itu pamanmu. Dia tak mungkin mau memusuhimu, selain lihai dan sakti, juga dia memiliki hati emas, pribudinya luhur dan dia seorang satria sejati.”
Tiba-tiba tangis itu terhenti dan suaranya marah lagi.
“Kalau hatiku berbulu, ya? Pribudiku rendah dan aku bukan bandingnya sama sekali. Hatinya emas tapi hatiku tembaga. Begitukah? Pantas saja kau tidak perduli kepada orang rendah ini, biar tubuh hampir kaku karena……….. lengan terkutuk ini……….. aduh.”
Baru sekarang gadis itu mengeluh dengan suara rintihan lirih. Kun Hong terkejut. Dia dapat menduga tadi bahwa lengan kanan gadis ini terluka, gerakannya pun kaku, akan tetapi mendapat kenyataan bahwa gadis ini masih kuat mainkan pedangnya sebegitu lama, tentu lukanya tidak hebat. Kini dari suara gadis ini dia terkejut karena ada tanda-tanda bahwa gadis itu terserang demam panas akibat lukanya.
“Berikan lenganmu, biar kuperiksa!” katanya.
Dan sebelum gadis itu sempat menjawab atau menolak, dia sudah dapat menangkap pergelangan tangannya dan meneliti detik darahnya. Setelah memeriksa beberapa menit, tiba-tiba muka Kun Hong menjadi merah sekali, melepaskan tangan itu dan berseru,
“Celaka…….! Mana mungkin? Ahh………..” dan dia duduk termenung, beberapa kali menggeleng kepala.
“Bagaimana? Ada apa?” Gadis itu lenyap keangkuhannya dan memandang penuh kegelisahan. “Jangan bilang tanganku tak dapat sembuh dan harus dipotong.”
“Bukan demikian, tapi cara pengobatannya yang sukar kulakukan………..”
“Sukar bagaimana? Hayo katakan!” Gadis itu tak sabar lagi.
“Harus memperbaiki jalan darah yan-goat-hiat, mana mungkin…….?”
Jalan darah itu letaknya di bawah ketiak, bagaimana dia dapat meraba bagian tubuh ini?
“Kenapa tidak mungkin? Aneh benar kau ini, apa kau kira aku tidak mempunyai jalan darah yan-goat-hiat? Bukankah ini disini?” Gadis itu menggunakan tangan kiri meraba sebelah bawah pangkal lengannya, tapi ia segera menjerit perlahan, “……….. aduuuhhh………..!”
“Nah, apa kataku, tentu sakit, Nona. Kau terkena pukulan pada pangkal lenganmu. Berkat hawa murni dan Iweekang dalam tubuh, kau dapat menahannya, tidak ada tulang yang patah dan kau masih dapat melakukan pertempuran merampas mahkota, benar-benar hebat. Akan tetapi tanpa kau ketahui, jalan darah itu menjadi buntu oleh gumpalan darah matang dan dapat menimbulkan keracunan.”
“Wah, perlu apa kau berpidato? Aku tidak ingin menjadi tabib, tidak mau belajar mengobati. Lebih baik kau lekas mengobatinya.”
“………..bagaimana mungkin……….?”
“Aih-aiihh, bagaimana sih orang ini? Mengapa pakai bagaimana mungkin segala? Pendeknya, kau becus tidak mengobatinya?”
“Tentu saja bisa……………”
“Nah, sudah jangan banyak rewel, lekas obati!” Suara nona itu kehabisan sabar.
“…………. ya tapi………. tapi ………. cara mengobatinya tidak hanya dapat dengan totokan biasa, Nona. Harus diurut dan dihancurkan darah yang berkumpul disitu agar terbawa mengalir dan………..”
“Aduh-aduuuuuhh, cerewetnya. Kalau harus diurut ya urutlah, kenapa sih ceriwis amat?”
“Tapi……….. kau tahu sendiri yan-goat-hiat terdapat di……… ketiak …….”
018
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI