PENDEKAR BUTA JILID 025
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
“Hong-ko……. bangun, Hong-ko……. tuh disana kumelihat air telaga!”
Pagi-pagi sekali Loan Ki sudah berteriak-teriak membangunkan Kun Hong yang sebetulnya memang sudah sadar atau terjaga daripada tidur dan samadhinya.
Beberapa ekor burung sampai kaget oleh teriakan Loan Ki dan beterbangan sambil berbunyi keras. Gadis itu tertawa geli menyaksikan tingkah burung-burung itu. Akan tetapi Kun Hong sebaliknya geli mendengar suara Loan Ki.
“Bagus, kalau begitu kita tinggal menuju kesana, mencari perahu untuk menyeberang.” jawab Kun Hong sambil meluncur turun dari batang pohon itu.
Loan Ki juga meloncat turun, lalu tertawa.
“Wah, kelihatan sekarang betapa kotor pakaian kita, Hong-ko. Penuh tanah lempung!”
“Tidak apa, pakaian kotor dapat dicuci, Ki-moi.”
“Ah, malu kalau bertemu orang. Aku hendak menukar pakaian dulu, Hong-ko. Kan padaku ada bekal pakaian bersih. Wah, dimana ya bisa bertukar pakaian?”
Gadis itu berjalan kesana kemari, agaknya mencari gerombolan tanaman yang dapat ia pergunakan untuk sembunyi dan bertukar pakaian.
“Hong-ko,” terdengar suaranya dari depan agak jauh, “kau menghadaplah kesana dulu, membelakangi aku!”
Hampir-hampir tidak dapat Kun Hong menahan ketawanya. Dia tersenyum lebar dan mengacungkan tangan seperti hendak menampar kepala temannya itu.
“Bocah nakal, apakah aku kurang buta sehingga kau suruh menghadap kelain jurusan? Andaikata kau bertukar pakaian di depan mataku, akupun tak dapat melihatmu, Ki-moi.” Akan tetapi tetap saja dia memutar tubuhnya menghadap kelain jurusan.
Setelah selesai berpakaian, Loan Ki menghampiri Kun Hong dan berkata,
“Hong-ko, kau selalu mengajak aku kembali ke daratan, seakan-akan kau takut berada di pulau ini. Malah kau kemarin menyebut apakah aku melihat seorang kakek yang buntung lengan dan telinga kiri, mata kiri buta, siapakah orang itu?”
“Sebetulnya orang itu sudah mati, Ki-moi. Yang kumaksudkan itu adalah seorang tokoh jahat bernama Siauw-coa-ong Giam Kin. Karena aku mendengar suling dan berkumpulnya ular-ular itu, aku jadi teringat kepada tokoh ini yang juga seorang ahli memelihara ular.”
“Kau aneh, Hong-ko. Kalau dia sudah mati, kenapa kau takut?”
“Aku hanya terheran-heran mendengar ular-ular yang digembalakan orang. Ki-moi, dan aku dapat menduga bahwa pemilik-pemilik pulau ini pasti adalah orang-orang pandai seperti Giam Kin itu. Kalau kita berdua membikin onar disini, alangkah tidak baiknya. Inilah sebabnya maka aku mengusulkan agar kita kembali saja dan jangan menimbulkan keonaran di tempat orang.”
“Baiklah, malam tadipun aku sudah merasa menyesal datang ke pulau iblis ini. Mari kita pergi ke pantai telaga yang kulihat dari atas pohon tadi, Hong-ko.”
Loan Ki menggandeng tangan Kun Hong dan mengajak pemuda itu berlari cepat kearah pantai telaga yang ia lihat tadi, yaitu ke sebelah timur dari mana cahaya matahari memerah membakar angkasa raya.
Mahkota yang semalam telah menyelamatkan mereka itu kini telah aman berada dalam buntalan pakaian yang tergantung di punggung Loan Ki lagi. Biarpun yang seorang adalah orang buta, namun mereka lari cepat sekali. Memang inilah cara satu-satunya untuk mengajak Kun Hong berlari cepat, yaitu dengan menggandeng tangannya. Tanpa dituntun, biarpun pemuda itu memiliki kesaktian, tak mungkin dia akan dapat berlari cepat, tentu akan menabrak-nabrak.
“He, Ki-moi, kenapa belum juga sampai dan kenapa kau bawa aku menikung-nikung tidak karuan begini?”
Loan Ki berhenti, lalu menghela napas panjang.
“Pulau ini benar-benar aneh, Hong-ko. Pulau iblis! Terdapat jalan yang rata, akan tetapi heran sekali, mengikuti jalan ini agaknya akan membawa kita terputar-putar tidak karuan. Kulihat seakan-akan keadaan tempat dimana kita berdiri ini serupa benar dengan tempat dimana kita berangkat tadi…….”
Ia berseru kaget, lari ke depan meninggalkan Kun Hong, lalu kembali lagi sambil berkata,
“Wah, benar-benar ini tempat yang tadi, Hong-ko! Tuh, disana adanya gerombolan pohon kembang dimana aku bertukar pakaian tadi, pengikat rambutku yang terjatuh disana masih ada.”
Kun Hong mengangguk-anggukkan kepala, kulit diantara kedua matanya berkerut.
“Kurasa pemilik pulau ini adalah seorang ahli dalam alat-alat rahasia dan sengaja mengatur pulaunya penuh rahasia agar menyukarkan orang asing memasukinya, seperti keadaan di Thai-san. Ki-moi, kau lihat dari atas pohon tadi, pantai berada di jurusan manakah?”
“Di timur karena kulihat cahaya matahari disana pula.”
“Nah, kalau begitu, sekarang kita harus langsung menuju ke timur, jangan menggunakan jalan yang sengaja dibuat untuk menyesatkan kita. Kita ambil jalan liar, kalau perlu menerabas hutan, asal terus ke timur. Pasti akan sampai di pantai itu.”
Akan tetapi hal itu ternyata lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Jalan menuju ke timur ini ternyata harus melalui hutan-hutan liar yang penuh alang-alang, melalui rawa dan malah melalui hutan kecil penuh duri. Jalannya menanjak dan pada akhirnya mereka tiba di tebing yang curam. Ketika Loan Ki menjenguk ke bawah, memang tampak air telaga di bawah sana, namun dalamnya dari tebing itu tidak kurang dari seratus meter!
Loan Ki melepaskan tangan Kun Hong, berjalan kesana kemari mencari jalan untuk menuruni tebing curam itu.
“Wah, sampai disini buntu, Hong-ko. Biar kucari jalan untuk turun. Tuh, di bawah sudah kelihatan telaganya, dan jauh ke depan itu menyeberangi telaga akan sampai di darat kembali. Agaknya jalan menurun di alang-alang itu…… heeii, aduhhh……. Hong-ko……. tolong…….!”
Kun Hong terkejut sekali, cepat dia bergerak maju dengan didahului tongkatnya, kearah suara Loan Ki. Dia mendengar batu-batu banyak sekali menggelinding dan lenyaplah suara Loan Ki.
Kagetnya bukan kepalang ketika dia sampai di tempat dari mana suara gadis itu terdengar, tongkatnya meraba tempat kosong! Kiranya dia berdiri di tepi tebing yang entah berapa dalamnya dan tongkatnya yang meraba gugusan batu yang pecah, agaknya Loan Ki yang tadi berdiri disitu telah terperosok dan jatuh ke bawah bersama pecahan tanah dan batu-batu.
Kun Hong mengerahkan khikangnya dan berteriak ke bawah,
“Ki-moi …….!”
Hanya gema suaranya yang menjawab.
“Loan Ki …….!!”
Kembali suaranya yang menjawab.
“Celaka…… apa yang terjadi dengan dia?”
Kun Hong bingung dan menyesal sekali. Baru kali ini selama dia buta, dia menyesal akan kebutaan matanya sehingga dia tidak dapat melihat apa yang terjadi dengan gadis itu dan tak dapat menolongnya. Dia mengambil sebuah batu kecil dan melepaskannya ke bawah. Kepalanya dimiringkan, bibirnya berkemak-kemik menghitung waktu. Tujuh belas kali dia menghitung, baru batu itu menyentuh air! Kun Hong bergidik.
Tak mungkin dia mengikuti gadis itu terjun ke bawah. Hal ini berarti kematian baginya. Akan tetapi dia masih mempunyai harapan yang menghibur hatinya. Bukankah Loan Ki pernah bilang bahwa gadis itu pandai berenang? Kalau dasar di bawah tebing itu air, belum tentu gadis itu tewas. Akan tetapi, kalau selamat, kenapa tidak menjawab panggilannya?
Kembali pemuda buta ini menjenguk ke depan dan memanggil. Suaranya nyaring sekali dan bergema, mengejutkan burung-burung yang beterbangan di sekeliling tempat itu. Bebarapa kali dia memanggil namun tak pernah terjawab kecuali oleh gema suaranya sendiri.
Kun Hong menjadi sedih, pelupuk matanya gemetar, kulit diantara kedua matanya berkerut dalam, wajahnya agak pucat. Lalu dia meraba-raba dengan tongkatnya mencari jalan turun. Dia hendak menuruni tebing itu dan mencari Loan Ki di bawah sana.
Akhirnya dapat juga dia turun melalui celah-celah batu karang. Sukar sekali perjalanan menurun ini, merayap seperti seekor monyet, hanya berpegang pada batu-batu karang yang menonjol. Kadang-kadang Kun Hong yang meraba sana meraba sini kehabisan pegangan dan terpaksa ia menggunakan tongkatnya yang ditancapkan kepada dinding karang.
Demikianlah, sambil meraba-raba dia merayap turun terus, tidak tahu kemana akhirnya dia akan sampai. Dia tahu bahwa jalan yang ditempuhnya ini membelok kesana kemari karena memang seringkali dia bertemu dengan jalan buntu yang mengharuskan dia mencari jalan memutar.
Dia merasa heran sekali karena ternyata dia tidak sampai di pinggir telaga, malah tiba-tiba alat penggandanya mencium keharuman bunga-bunga yang beraneka warna dan kakinya menginjak tanah berumput yang halus. Ketika dia meraba dengan tangannya, kiranya dia telah sampai di tengah rumput yang segar gemuk dan disana-sini semerbak harum bunga.
“Heran sekali seakan-akan aku berada di dalam taman bunga yang amat luas penuh bermacam-macam bunga……” pikirnya dan teringatlah dia akan seruan Loan Ki pada saat kedatangan mereka di tempat itu. Gadis itu telah melihat sebuah taman bunga yang indah. Inikah taman bunga itu?
Angin semilir sejuk dan pendengarannya yang tajam menangkap suara orang bercakap-cakap, suara wanita yang halus terbawa angin. Kun Hong girang sekali, mengira bahwa tentu Loan Ki yang sedang bercakap-cakap itu. Akan tetapi dia tidak berani berlaku sembrono memanggil gadis itu karena dia belum tahu dengan siapa gadis itu bercakap-cakap dan dalam keadaan bagaimana.
Dengan hati-hati dia bergerak maju kearah suara. Setelah agak dekat dan dapat mendengar jelas, dia menyelinap di balik sebuah pohon buah yang besar, bersembunyi dan mendengarkan penuh perhatian.
Besar kekecewaan hatinya ketika mendengar bahwa yang bercakap-cakap itu sama sekali bukanlah Loan Ki seperti yang diharapkannya, melainkan suara wanita-wanita yang lain, Suara wanita yang dingin dan tajam mendatangkan perasaan ngeri kepadanya karena dari suara ini dia dapat menilai orang yang memiliki watak yang aneh dan dapat kejam melebihi iblis sendiri.
Akan tetapi suara kedua membuat dia berdebar dan kagum. Suara ini halus lunak, merdu dan kiranya hanya patut dipunyai oleh bidadari, bukan wanita biasa. Suara pertama adalah suara seorang wanita yang sukar ditaksir usianya, akan tetapi takkan kurang dari empat puluhan. Adapun suara “bidadari” itu adalah suara seorang gadis remaja. Bukan main suaranya, seperti nyanyian dewi malam, mengelus-elus perasaan hatinya sungguhpun dia menangkap getaran-getaran aneh pula dalam suara merdu merayu ini. Getaran yang mengandung sesuatu yang rahasia dan yang menyembunyikan watak daripada si pemilik suara.
“Hui Kauw, cukup sudah semua alasanmu itu!” terdengar suara dingin dengan nada kesal. “Jodohmu adalah Pangeran Souw Bu Lai dan kau tak boleh membantah lagi. Kau tahu, pangeran itu setelah sekarang kaisar muda yang tak becus menduduki tahta, mempunyai banyak harapan menjadi kaisar membangun lagi Kerajaan Goan, dan kau mempunyai harapan menjadi permaisuri kaisar! Orang apa itu si pemuda she Bun? Huh, hanya anak ketua Kun-lun-pai, biar tampan dan gagah, hanya orang biasa, mana boleh anakku tergila-gila kepada orang macam itu?”
“Ibu, aku tidak tergila-gila…….. aku hanya bertemu satu kali dengan Bun-enghiong, aku hanya bilang bahwa dia seorang pendekar perkasa. Bukan karena dia aku tidak sudi menjadi calon jodoh Pangeran Mongol itu, melainkan karena……. karena aku tidak suka menikah. Aku lebih senang tinggal disini…….”
“Huh, alasan kosong. Siapa tidak tahu hati muda? Melihat wajah tampan dan watak pendekar lalu jatuh hati, hemm. Sudahlah, tak mau aku berpanjang debat, aku harus menyambut para tamu kita yang akan membicarakan soal membantu usaha Pangeran Souw Bu Lai. Dan kau harus tahu, dalam hal kegagahan, kiraku orang she Bun itu, takkan dapat menandingi Pangeran Souw.”
“Ibu…….”
Kun Hong mendengar betapa wanita bersuara dingin itu berkelebat pergi dan terkejutlah dia ketika menangkap desir angin yang amat cepat ketika wanita ini pergi. Wah, kiranya si suara dingin ini memiliki kepandaian yang hebat. Ginkangnya terang tidak di sebelah bawah kepandaian Loan Ki!
Selain dua orang wanita yang bercakap-cakap ini, Kun Hong tahu bahwa disitu terdapat sedikitnya tiga orang wanita lain yang lemah lembut gerakan-gerakannya, mungkin dayang-dayang yang melayani nona bersuara bidadari ini.
026
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI