RAJAWALI EMAS JILID 015
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Terpaksa ia menarik kembali serangannya terhadap Beng Tek Cu tadi dan menggunakan kegesitannya untuk mengelak dari empat serangan itu, lalu dalam kemarahannya ia menyerang seorang diantara empat tosu itu yang terdekat. Akan tetapi, seperti juga tadi, yang diserangnya melornpat mundur dan empat tosu yang lain berbareng menyerangnya dengan pedang dari belakang dan kanan kiri.
Inilah kehebatan Bu-tong Ngo-heng-tin. Memang kelihaiannya baru terasa kalau lawan menyerang seorang diantara lima pelakunya. Karena si Penyerang ini otomatis tentu membiarkan beberapa bagian tubuhnya terbuka kalau ia menyerang dan kesempatan inilah yang dipakai oleh empat orang tosu lain untuk menyerang, sedangkan seorang tosu yang diserang harus menjauhkan diri dan menyelamatkan diri sendiri.
Koai Atong mulai bingung dan repot sekali. Serangannya selalu gagal. Bagaimana tidak akan gagal kalau begitu menyerang seorang, ia dihantam oleh empat orang? Bukan hanya gagal, malah setiap kali menyerang berarti ia terancam bahaya maut. Ia banyak pengalaman, maka setelah beberapa kali gagal menyerang malah terdesak hebat, akhirnya Koai Atong tidak mau menyerang lagi dan berdiri saja diam menjaga diri. Dan ternyata dugaannya benar, lima orang lawannya itupun berdiri diam menanti dia melakukan penyerangan seperti tadi!
Memang lima orang dalam bentuk barisan Bu-tong Ngo-heng-tin ini mempergunakan tipu Memancing Ular Keluar dari Rumput. Sekarang setelah Koai Atong diam saja, dengan sendirinya tipu mereka itu gagal. Sampai lama dua pihak saling menanti agar lawan menyerang lebih dulu, akan tetapi keduanya tidak mau mengalah.
Beng Tek Cu memberi isyarat lagi dan tiba-tiba seorang tosu yang berdiri di sebelah kiri Koai Atong menyerang dengan pedangnya, menusuk ke arah lambung bocah tua itu. Belum sampai serangan ini sudah disusul oleh tosu kedua di belakangnya, lalu disusul tosu lain dan demikianlah, dalam sekejap mata saja lima orang tosu itu susul-menyusul dalam serangan mereka.
Koai Atong tadinya menanti datangnya serangan untuk merobohkan Si Penyerang itu, siapa kira serangan itu datangnya susul-menyusul secara otomatis dan teratur sekali sehingga kembali ia sibuk melayani semua serangan tanpa mendapat kesempatan sama sekali untuk balas menyerang!
Malah kadang-kadang penyerangan bertubi-tubi itu tiba-tiba berubah sifatnya menjadi serangan serentak berbareng, lalu bertubi-tubi lagi. Inilah gerak tipu dalam Bu-tong Ngo-heng-tin yang disebut Serangan Angin Topan.
Andaikata para tosu itu hanya mengeroyoknya mengandalkan ilmu silat saja, kiranya tidak sukar dan tidak akan memakan waktu lama bagi Koai Atong untuk merobohkan mereka seorang demi seorang. Akan tetapi karena mereka mempergunakan gerakan teratur dalam barisan Bu-tong Ngo-heng-tin yang amat lihai, kini Koai Atong bingung sekali dan terdesak hebat.
“Curang… kalian curang…. Enci Hong bantulah aku….! Tosu-tosu bau ini curang dan lihai sekali….!”
Terdengar suara melengking tinggi, makin lama makin dekat dan lima orang tosu itu menanti dengan hati berdebar dan sikap waspada. Kemudian disusul suara wanita,
“Koai Atong, kau benar-benar memalukan. Melawan lima orang keledai bau ini saja kalah? Memalukan Hoa-san-pai itu namanya!”
Dan lima orang tosu itu kaget sekali ketika memandang ke atas mereka melihat Kwa Hong duduk di atas punggung seekor burung rajawali emas, bukan seperti manusia lagi, lebih patut seorang dewi atau seorang siluman!
Akan tetapi mereka tidak sempat memperhatikan lebih lama lagi karena tiba-tiba burung rajawali yang indah itu sudah menukik ke bawah, menyambar ke arah mereka. Sepasang cakar yang kuat ditambah sebuah patuk yang menyerang mereka, disusul oleh lima sinar hijau.
Hebat bukan main serangan ini, hebat dan tidak tersangka-sangka. Lima orang tosu itu karena diserang sekaligus, tak sempat menyusun dan mengatur barisan, otomatis mereka bergerak sendiri-sendiri untuk menyelamatkan diri, ada yang mengelak jauh dan ada yang menangkis dengan pedang.
Kasihan sekali mereka yang menangkis dengan pedang, yaitu dua orang tosu. Pedang mereka patah dan leher mereka disambar sinar hijau. Mereka menjerit dan roboh terguling, tewas disaat itu juga menjadi korban panah hijau di ujung cambuk Kwa Hong!
Koai Atong tertawa bergelak lalu tubuhnya yang tinggi besar itu menerjang maju. Kini barisan itu sudah pecah dan buyar, maka beberapa kali serang saja Koai Atong sudah berhasil merobohkan dua orang tosu yang lain, dipukulnya tewas dengan Jing-tok-ciangnya yang lihai.
Tinggal Beng Tek Cu yang sejak tadi masih sempat mengelak dan menyelamatkan diri. Akan tetapi iapun maklum bahwa menghadapi dua orang aneh ini ia tidak berdaya. Ilmu silat yang dimainkan Koai Atong amat dahsyat, sedangkan bantuan yang dilakukan oleh Kwa Hong diatas punggung rajawali emasnya lebih dahsyat lagi.
la masih mencoba untuk melakukan serangan penghabisan dengan pedangnya, diputarnya senjata ini dan dengan jurus terlihai dari Bu-tong-pai ia menerjang Koai Atong.
Namun enak saja Koai Atong menggerakkan kaki dan mengembangkan lengan, semua serangannya terhindar. Dari atas burung rajawali menyambar dan biarpun Beng Tek Cu sudah berusaha untuk mengelak, namun tetap saja tubuhnya menjadi korban sambaran dua buah panah hijau. la menjerit, pedangnya terlepas, tubuhnya terhuyung-huyung dan akhirnya ia roboh dengan kedua mata melotot.
“Kurang ajar….! Inikah iblis cilik yang mengotorkan nama Hoa-san-pai?”
Suara inipun datangnya dari atas, amat mengagetkan Kwa Hong dan Koai Atong karena terdengar parau dan menusuk telinga. Ketika mereka menengok kekanan kiri, tidak kelihatan seorangpun manusia.
Diam-diam Kwa Hong bergidik juga dan ia dapat menduga bahwa tentu ada orang sakti datang. Kalau ia teringat akan dongeng tentang Lembah Akhirat yang didengarnya dahulu ketika ia masih menjadi murid Hoa-san-pai ia merasa serem. Diperintahnya rajawali emas untuk turun dan hinggap diatas tanah. Ia meloncat turun dan mendekati Koai Atong.
“Koai Atong, siapa yang bicara tadi?”
Koai Atong juga celingukan menoleh kekanan kiri, lalu menggeleng kepalanya. Ia tidak pernah mendengar tentang cerita Hoa-san-pai, maka ia tidak merasa takut, hanya terheran-heran.
“Jangan-jangan itu tadi suara rohnya Beng Tek Cu!” katanya.
Tiba-tiba terdengar lagi suara itu, kini tidak hanya keras dan parau, malah menggetarkan jantung menusuk-nusuk anak telinga, suara menggetar yang amat hebat, membuat sebelah dalam telinga seakan-akan hendak pecah! Inilah suara orang bernyanyi dan kata-kata yang dinyanyikanya adalah ujar-ujar dalam kitab To-tik-king:
“Orang baik adalah guru orang tidak baik, orang tidak baik adalah murid orang baik, siapa tidak menjunjung tinggi gurunya, ia akan tersesat jauh, inilah kegaiban berahasia.”
Suara yang menyanyikan ujar-ujar ini demikian keras dan buruknya, amat tidak enak didengar sehingga Koai Atong dan Kwa Hong menggigil seluruh tubuh mereka, hampir tidak kuat mendengar lebih lama lagi.
Dua orang ini merasa betapa suara itu memasuki telinga dan terus menusuk ke dalam jantung, seakan-akan menyerang semua isi dada dan hendak memecahkan kepala. Sebagai seorang ahli silat tinggi, Koai Atong kaget sekali dan cepat-cepat ia duduk bersila mengerahkan Iwee-kangnya untuk menahan pengaruh luar biasa dari suara nyanyian itu.
Kwa Hong juga maklum akan hal ini maka iapun cepat mengerahkan Iwee-kangnya. Bahkan burung rajawali emas, biarpun tidak terpengaruh secana mutlak, juga kelihatan gelisah dan mengeluarkan suara merintih seperti orang menangis. Hebatnya, nyanyian dengan suara buruk itu diulang-ulang terus dan makin lama makin pucatlah muka Koai Atong dan Kwa Hong.
Bagi ahli-ahli silat yang sudah tinggi tingkatnya, melakukan serangan tanpa menggerakkan anggauta tubuh bukanlah hal yang aneh. Jangan dikira bahwa suara itu tidak akan dapat dipergunakan sebagai senjata. Malah dapat dijadikan senjata yang lebih ampuh daripada tajamnya pedang.
Bagi seorang yang tingkat Iwee-kangnya sudah tinggi, yang tenaga dalamnya sudah kuat sekali, maka didalam suaranya dapat diisi getaran yang cukup kuat untuk merobohkan seorang pandai! Bisa melemahkan semangat, bisa menggetarkan jantung dan menghancurkan urat-urat syaraf.
Orang yang bernyanyi-nyanyi kali ini memang agaknya sengaja hendak mempergunakan Iwee-kang dan khi-kang dalam suaranya untuk menyerang Kwa Hong dan Koai Atong, untuk membunuh mereka tanpa menggerakkan kaki tangan.
Akan tetapi, dalam saat-saat yang amat berbahaya bagi dua orang itu, tiba-tiba terdengar suara lain dari arah yang berlawanan. Juga suara ini adalah suara orang bernyanyi, akan tetapi suaranya nyaring dan gagah, enak didengar dan sekaligus mempunyai pengaruh melawan suara pertama yang buruk dan tidak enak tadi. Anehnya, juga nyanyian ini adalah nyanyian yang kata-katanya diambil dari ayat-ayat To-tik-king!
“Mengenal keadaan orang lain adalah bijaksana, mengenal keadaan diri sendiri adalah waspada. Mengalahkan orang lain adalah kuat, menaklukkan diri sendiri adalah gagah perkasa, Puas dan mengenal batas berarti kaya raya, memaksakan kehendak sendiri berarti nekat. Tahu diri dan tahu kewajiban akan berlangsung, mati tidak tersesat berarti panjang umur.”
Baru satu kali saja suara nyanyian ini terdengar, suara pertama tadi segera lenyap dan tidak terdengar lagi. Juga Kwa Hong dan Koai Atong sudah tidak lagi tersiksa oleh pengaruh suara pertama dan keduanya sekarang sudah meloncat berdiri dengan sikap waspada dan hati-hati.
“Siapa pun hendak membela si jahat, aku tidak takut! Siluman betina yang mengotorkan Hoa-san-pai harus kubasmi!”
Baru saja terhenti kata-kata ini, tahu-tahu di depan Kwa Hong dan Koai Atong sudah berdiri seorang kakek yang tinggi kurus, rambutnya panjang awut-awutan, mukanya persis tengkorak hidup dengan sepasang mata yang berlubang dalam.
“Setan….! Ada setan….!” Otomatis Koai Atong mundur-mundur dan bersembunyi di belakang Kwa Hong.

Kakek yang seperti tengkorak hidup itu bukan lain adalah Lian Ti Tojin, tertawa terkekeh-kekeh akan tetapi tidak memandang kepada Koai Atong, melainkan menoleh kekanan kiri seperti mencari orang lain. Memang dia sedang mencari orang yang tadi melawan nyanyiannya yang juga seperti dia tadi telah bernyanyi tanpa memperlihatkan diri.
“Pembela si jahat, keluarlah saja kalau memang hendak melawan aku!” katanya dan tiba-tiba dari mulutnya menyembur darah segar!
la terbatuk-batuk beberapa kali dan tahulah Kwa Hong dan Koai Atong bahwa kakek ini ternyata telah menderita luka dalam yang hebat! Bagaimanakah Lian Ti Tojin dapat menderita luka seperti itu? Bukan lain karena “adu suara” tadi. Kakek ini sudah amat tua, mungkin ia kuat bertahan hidup sampai sekian lama karena ia berada dalam gua itu.
Sekarang, begitu keluar di dunia ramai, ia sudah merasa betapa kesehatan tubuhnya terganggu hebat. Apalagi ketika ia sedang menggunakan ilmunya untuk menyerang Kwa Hong dan Koai Atong dengan suaranya, ia telah mendapat perlawanan dari suara orang lain.
la harus mengerahkan seluruh tenaga dalamnya dalam “adu tenaga” ini dan karena tubuhnya yang sudah terlalu tua itu memang mulai lemah, ia menderita luka dalam yang hebat. Karena kelemahannya inilah maka ia tadi tidak segera keluar, melainkan menggunakan suaranya untuk menyerang dua orang yang dianggapnya perusak nama Hoa-san-pai.
Next>>
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI