RAJAWALI EMAS JILID 040
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
Di dalam tubuh Beng San terkandung dua hawa yang amat besar, hawa Im dan Yang, dua hawa yang bertentangan akan tetapi telah teratur kedudukannya. Berbeda dengan orang lain apabila terpukul dan menderita luka dalam, muntah darah berarti membahayakan. Sebaliknya Beng San dengan muntah darah ini malah menyatakan bahwa tenaga di dalam tubuhnya bekerja dan darah yang dimuntahkan itu sajalah yang menjadi akibat pukulan tadi.
Melihat Beng San muntah darah, Li Cu kaget setengah mati dan mengira bahwa Beng San pasti terluka parah. Ia marah bukan main dan pedangnya lalu diputar ke depan.
“Song-bun-kwi manusia iblis! Kau keji dan curang. Kalau memang ada kepandaian, mengapa menyerang orang sakit? Majulah, aku musuhmu!”

Pedangnya menyambar-nyambar ke depan dan sekejap mata saja gulungan sinar pedang mengurung Song-bun-kwi dengan hebatnya. Song-bun-kwi tertawa bergelak, pedangnya cepat menangkis dari samping lalu ia berkata,
“Perempuan tak tahu malu! Aku hendak membunuh mantuku sendiri yang telah menyebabkan kematian anakku, yang telah meninggalkan anakku untuk bermain gila dengan segala perempuan busuk, kau menghalangi ada hubungan apakah? Apakah kau kekasihnya yang baru?”
Kemarahan Li Cu membuat ia hampir menangis mendengar caci-maki kotor ini. Akan tetapi ia harus membela Beng San, membela nyawanya juga membela nama baiknya.
“Song-bun-kwi, kau seorang kakek tua bangka yang sudah mau mati tapi ucapanmu seperti orang gila atau seperti anak kecil saja! Beng San bukan menjadi sebab kematian Bi Goat. Selama ini dia pergi karena dia membantu Kaisar untuk membasmi orang-orang jahat yang hendak memberontak. Dia dimintai bantuan oleh Pek-lian-pai dalam tugas yang mulia. Yang menyebabkan kematian anakmu adalah iblis wanita Kwa Hong. Kalau kau memang mendendam, mengapa kau tidak mencari dan membalas kepada Kwa Hong? Andaikata kau hendak membalas kepada Beng San, sebagai orang gagah kaupun harus menanti sampai dia sembuh agar dia dapat melayanimu. Apakah kau sudah berubah menjadi pengecut?”
Song-bun-kwi mengeluarkan suara menggereng hebat, matanya liar.
“Kwa Hong akan kubunuh, Beng San akan kubunuh, dan kau yang membelanya akan kubunuh lebih dulu!”
Setelah berkata demikian ia menubruk maju dan menyerang dengan pedangnya. Pedangnya bergerak menusuk kemudian ditarik ke bawah. Kalau serangan ini berhasil tentu korbannya akan terbelah dada dan perutnya, Namun dengan gerakan lincah dan indah sekali Li Cu sudah mengelak ke kanan, tubuhnya berputar seperti orang menari kemudian membabat dengan pedangnya kearah pedang lawan. Ia hendak mengandalkan ketajaman Liong-cu-kiam untuk mematahkan senjata lawannya.
Akan tetapi Song-bun-kwi bukanlah seorang tokoh yang masih hijau. Ia cukup mengenal Liong-cu-kiam. Biarpun yang ia pegang juga sebatang pedang yang baik dan kuat, namun ia tidak berani mengadukan pedangnya secara langsung dengan Liong-cu-kiam. Ia hanya menyampok pedang lawan yang ampuh bukan main itu dari samping dengan pedangnya sehingga terhindar peraduan. kedua pedang pada bagian tajamnya.
Serang-menyerang terjadi dengan amat serunya, dan mati-matian. Ilmu kepandaian Song-bun-kwi hebat bukan main, dia adalah tokoh besar dalam dunia persilatan. Biarpun Li Cu juga telah mewarisi ilmu pedang yang sakti, namun ia kalah pengalaman bertempur biarpun di tangannya ada pedang pusaka Liong-cu-kiam.
Song-bun-kwi tidak mengenal ampun, mendesak terus sambil mengeluarkan jurus-jurus yang paling hebat karena ia maklum bahwa lawannya biarpun hanya merupakan seorang gadis muda namun cukup lihai dan berbahaya. Malah kakek ini di samping pedangnya yang dimainkan dengan Ilmu Pedang Yang-sin Kiam-sut dicampur ilmu pedangnya Sendiri, juga mulai melancarkan pukulan-pukulan maut dengan tangan kirinya, menggunakan pukulan jarak jauh yang bukan main dahsyatnya.
Tiap kali pukulan ini datang, Li Cu merasa sambaran angin yang hebat ke arahnya. Ia kaget sekali dan maklum bahwa biarpun kepandaian lawan tidak mengenai tubuhnya, hawa pukulan itu kalau tepat mengenai bagian berbahaya, bisa mendatangkan celaka. Maka ia selalu mengelak kalau diserang pukulan ini. Kali ini membuat keadaannya terhimpit.
“Heeei, jangan serang isteriku. Eh, kakek yang baik, orang setua engkau seharusnya memberi contoh baik kepada yang muda, mengapa malah suka berkelahi? Heee! Hati-hati, jangan main-main dengan pedang yang begitu tajam, jangan-jangan kau nanti mencelakai isteriku!”
Beng San berteriak-teriak penuh kekuatiran. Tadi ia agak nanar maka ia setengah pingsan oleh pukulan yang membuat ia muntah darah. Akan tetapi setelah ia dapat bangun, ia segera berteriak-teriak melarang Song-bun-kwi menyerang “isterinya”.
Mana Song-bun-kwi mau pedulikan dia? Makin hebat Song-bun-kwi mendesak sehingga pada suatu saat Li Cu terhuyung-huyung ke belakang, hampir saja menjadi korban pukulan mautnya. Beng San tak dapat menahan kesabarannya lagi, ia melangkah maju dan menudingkan telunjuknya.
“Orang tua, kenapa kau begini nekat? Isteriku pandai main pedang, kalau sampai dia marah… hemmm, apakah kau sudah bosan hidup?”
Song-bun-kwi kaget juga menyaksikan sikap Beng San ini. Dilihat sikapnya yang begitu berani, agaknya pemuda ini masih memiliki kepandaiannya, sejenak ia tertegun dan ini membuat gerakannya agak kalut dan terlambat sehingga Li Cu dapat memperbaiki kedudukannya dan berbalik gadis yang tadinya terdesak itu sekarang dapat balas menyerang.
“Bagus, Beng San. Kau majulah, pukul dia mampus dengan ilmu saktimu!”
Li Cu berseru keras. Song-bun-kwi makin bingung dan kaget, dikiranya betul-betul Beng San hendak menyerangnya. Kembali kesempatan ini dipergunakan oleh Li Cu untuk mainkan pedangnya dan…
“brett” ujung baju kakek itu terbabat putus!
Song-bun-kwi kaget sekali dan cepat ia melompat ke arah Beng San sambil mengayun pedangnya.
Girang hatinya ketika mendapat kenyataan bahwa sama sekali Beng San tidak dapat mengelak, malah Li Cu yang menangkis serangan ini.
“Aha, kalian mau menipu aku? Ha-ha-ha, kalian harus mampus sekarang juga!”
Dengan ucapan ini Song-bun-kwi mendesak makin hebat sehingga Li Cu menjadi sibuk menangkis dan mengelak. Sekali pundaknya terkena pukulan tangan kiri Song-bun-kwi sehingga gadis itu terpaksa menggulingkan diri dan bergulingan menjauhkan diri dari Song-bun-kwi. Namun sambii tertawa-tawa kakek ini mengejar terus dengan pedang diangkat, siap untuk membacok.
“Tranggg!”
Pedang Song-bun-kwi terpental dan biarpun pedang itu tidak terlepas dari pegangannya dan ia cepat dapat melompat mundur, namun lengannya agak diatas pergelangan telah tergores pedang di tangan Bu-tek Kiam-ong Cia Hui Gan yang sudah berdiri dengan gagah disitu. Pendekar pedang inilah yang tadi menangkis bacokan Song-bun-kwi untuk menolong nyawa puterinya.
Melihat datangnya Raja Pedang ini, Song-bun-kwi mendengus marah,
“Huh, kau juga ikut-ikut urusanku?”
“Song-bun-kwi iblis tua! Seorang ayah melihat puterinya hendak dibunuh orang bagaimana bisa diam saja?”
Sejenak Song-bun-kwi tertegun. Ia maklum akan kehebatan ilmu pedang Cia Hui Gan, maka tidak berani berlaku sembrono. Kemudian ia menoleh ke arah Beng San yang berdiri bengong di pinggiran.
“Bagus, kau betul sekali, Kiam-ong. Anakku dibunuh orang, mana aku bisa diam saja?”
Sambil berkata demikian ia menubruk ke depan dan menyerang Beng San dengan pedangnya.
Melihat itu Li Cu kembali menggerakkan senjatanya menangkis serangan kakek itu. Kali ini Song-bun-kwi terlalu bernafsu dalam penyerangannya maka pedangnya bertemu dengan telak sekali dengan pedang di tangan Li Cu. Dengan mengeluarkan bunyi nyaring, pedang di tangan Song-bun-kwi terbabat putus menjadi dua potong oleh Liong-cu-kiam!
“Li Cu, jangan mencampuri urusan mereka!”
Cia Hui Gan membentak anaknya, mukanya menjadi merah dan malu melihat sikap puterinya itu.
Akan tetapi, Li Cu dengan pedang di tangan berdiri memandang ayahnya dengan mata bersinar.
“Ayah, Beng San tidak pernah membunuh anak Song-bun-kwi yang mati karena melahirkan. Beng San bahkan amat mencintanya. Mana bisa aku membiarkan orang membunuhnya? Kalau Song-bun-kwi menantang Beng San dalam keadaan seperti biasa, akupun tidak peduli. Akan tetapi Beng San sedang sakit, sama sekali tidak dapat melawan!”
SONG-BUN-KWI marah sekali akan tetapi juga gentar. Menghadapi gadis itu saja sudah payah untuk mencapai kemenangan, apalagi sekarang muncul ayahnya yang tentu saja tidak membiarkan ia mengganggu Li Cu.
Pada saat itu terdengar tangis seorang anak tak jauh dari situ. Mendengar ini Song-bun-kwi mengeluarkan gerengan marah lalu ia melompat pergi ke arah suara tangisan anak kecil itu. Dari jauh terdengar suaranya,
“Bu-tek Kiam-ong, kau mengandalkan nama besarmu bersikap sewenang-wenang. Tunggulah, kelak aku mencarimu di Thai-san!”
Sejenak hening. Ayah dan anak itu saling berpandangan. Si ayah dengan sinar mata penuh kemarahan, Si anak tenang-tenang saja namun tarikan mukanya jelas membayangkan keteguhan hatinya.
“Li Cu, apa artinya semua ini?” akhirnya suara si ayah terdengar memecah kesunyian.
“Artinya, Ayah, bahwa aku cinta kepada Beng San dan sisa hidupku akan kuhabiskan di sampingnya,” jawab gadis itu dengan suara penuh ketetapan hati.
Bu-tek Kiam-ong Cia Hui Gan mengerutkan keningnya.
“Tapi… tapi ia seorang gila….”
“Dia tidak gila, Ayah. Hanya kehancuran hati membuat ia demikian. Ia kematian isterinya yang tercinta dan ia merasa berdosa besar terhadap isterinya sehingga kesedihan membuat ia kehilangan ingatan. Akan tetapi… dia seorang berbatin mulia, Ayah, telah beberapa kali menyelamatkan nyawaku tanpa mempedulikan keselamatan diri sendiri. Aku ingin membalas budinya dan….”
“Tapi dia tidak menganggapmu sebagai Cia Li Cu….”
“Memang dia menganggap aku sebagai isterinya yang sudah meninggal dunia.
Dan ini lebih mempertebal keyakinanku betapa setia hatinya, penuh cinta kasih murni. Aku tak dapat meninggalkannya, Ayah karena hal itu berarti dia akan celaka.”
“Li Cu, apa kau juga sudah menjadi gila? Anakku hendak mengorbankan sisa hidupnya untuk seorang gila? Tak mungkin! Kakak kandungnya seorang berwatak durhaka dan busuk, adiknya takkan jauh bedanya. Dia harus mampus saja daripada merusak hidupmu!”
Tiba-tiba sinar terang berkelebat dan tahu-tahu kakek ini sudah menerjang ke arah Beng San yang berdiri melongo melihat perdebatan antara ayah dan anak itu.
“Ayah….!!” Li Cu bergerak dan “trangg!” bunga api berpijar, pedang Liong-cu-kiam di tangan Li Cu terlepas menancap di atas tanah, akan tetapi pedang di tangan Cia Hui Gan sudah patah menjadi dua potong!
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI