RAJAWALI EMAS JILID 099
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Oleh
Epul Saepul Rohman
“Waah? kau lari seperti kijang melompat. Bagus sekali Song-bun-kwi sudah pergi, kalau tidak kau tentu akan dipukul mati dan akupun tidak diampuni. Tadi dia berada disini bertempur dengan kakek aneh itu. Siapa membohong? Hayo kau kembalikan pedangku yang kau rampas tempo hari!”
Pemuda itu mendengus marah.
“Orang macam kau, mana pantas mempunyai pedang pusaka?”
“Eh-eh, soal pantas atau tidak bukan urusanmu. Yang terang pedang Ang-hong-kiam adalah pedangku, apakah kau nekat hendak merampas pedang orang? Benar-benar tak bermalu!”
Mendengar kata-kata ini, pemuda itu marah sekali. Pedang Ang-hong-kiam yang tergantung di pinggangnya itu segera diambilnya dan sekali tangannya diayun pedang itu berikut sarungnya amblas ketanah sampai setengahnya!
“Nah, nih pedangmu pemotong ayam!”
Kun Hong menghampiri pedang itu dan dengan kedua tangannya mencabut. Pemuda itu memandang dengan mulut mengejek. Melihat sikap orang itu, Kun Hong malah sengaja pura-pura mengerahkan seluruh tenaganya sehingga ketika pedang itu tercabut ia terjengkang ke belakang dengan pedang di tangan.
Pemuda itu terkekeh geli,
“Kutu buku macam kau mempunyai pedang itu untuk apa? Paling-paling di tengah jalan dirampas orang jahat. Kau telah berhasil lari dari tahanan, siapa yang menolongmu? Apakah Kakek Song-bun-kwi? Dan dua orang gadis Hoa-san-pai itu, kemana mereka?”
“Aku… aku tidak tahu bagaimana aku bisa keluar. Eh… para penjaga tahanan yang mengeluarkan aku, kukira Tan-taijin yang memerintahkannya. Tentang dua orang keponakanku itu, justeru aku hendak mencari mereka.”
“Kemana kau hendak mencari mereka?”
“Mungkin mereka ke Thai-san… eh, kau… kenapa kau memperhatikan mereka?”
Kun Hong memandang dengan tajam penuh curiga. Melihat pandang mata Kun Hong ini, pemuda itu mencibirkan bibir dan berkata,
“Kudengar mereka cantik-cantik, aku senang gadis-gadis jelita!”
Wajah Kun Hong merah sekali. Dengan telunjuknya ia menuding ke arah hidung pemuda itu dengan lagak seorang tua memberi peringatan seorang anak nakal ia berkata,
“Hemm, kau bocah kurang ajar, dengarlah baik-baik! Kalau bukan keponakan Tan-taijin yang menjadi sahabat ayahku, tak sudi aku memberi nasihat kepadamu. Jangan kau mengumbar nafsumu yang bejat, jangan kau bertingkah seperti laki-laki yang gagah sendiri, yang tampan sendiri, yang kaya sendiri. Kau berlagak seperti… seperti seorang banci, laki-laki pesolek yang mata keranjang. Kau kira semua perempuan akan jatuh olehmu? Awas kau kalau kau berani mengganggu kedua orang keponakanku, hemm….”
Pemuda itu membusungkan dada, mengedikkan kepalanya dan berkata menantang,
“Kalau aku ganggu mereka, kau mau apakah? Apa kau berani berkelahi melawanku?”
Merah muka Kun Hong. Ia tidak suka berkelahi, tidak sudi, apalagi dengan pemuda yang seperti kanak-kanak ini. Juga ia tidak mau memperlihatkan kepada siapapun juga bahwa ia pandai ilmu silat. Akan tetapi pemuda ini benar-benar memanaskan perutnya.
“Huh, lagakmu! Kalau kau berani mengganggu kedua orang keponakanku, hemmm, tentu ada seorang laki-laki muda penuh aksi roboh dan mampus oleh dua orang gadis keponakanku itu! Sudah, tak sudi aku bicara lagi denganmu!”
Dengan marah Kun Hong lalu membalikkan tubuh hendak melanjutkan perjalanannya. Didalam hatinya ia betul-betul marah kepada pemuda ini, belum pernah seingatnya ia marah dan mendongkol kepada orang lain seperti kepada orang muda sombong ini.
“He! kau bilang hendak ke Thai-san. Kenapa kesana?”
Tanpa menoleh Kun Hong menjawab,
“Banyak cerewet! Kalau kesana mengapa?”
Terdengar pemuda itu tertawa mengejek,
“Soalnya, tolol, Thai-san berada di sebelah sini, bukan sana!”
Kalau tadinya Kun Hong mengambil sikap tidak peduli, ketika mendengar kata-kata itu ia kaget dan cepat-cepat menghentikan tindakannya dan menengok. Pemuda itu dengan lagak angkuh sudah berjalan pergi ke jurusan yang berlawanan. Ia ragu-ragu. Betulkah kata pemuda itu bahwa ia menuju ke arah yang berlawanan dengan Thai-san?
Tadi dalam kegugupannya ketika dibawa lari Song-bun-kwi, dia tidak sempat memperhatikan jalan lagi. Karena ia tidak kenal jalan dan pemuda itu agaknya tidak asing lagi dengan wilayah itu, terpaksa ia lalu berjalan kearah perginya pemuda itu dengan hati mengkal.
Akan tetapi di samping rasa mendongkol terhadap pemuda yang penuh aksi dan angkuh itu, juga hatinya senang karena Ang-hong-kiam telah dikembalikan. Ia tidak mengira bahwa pemuda congkak itu begitu mudah mau mengembalikan pedangnya, padahal melihat gerak-gerik pemuda itu, kiranya dia memiliki kepandaian silat yang tinggi juga. Biasanya orang di kalangan kang-ouw kalau melihat senjata pusaka, amat tamak dan ingin memilikinya.
Ketika melewati sebuah dusun diluar hutan, Kun Hong mencari keterangan dan dengan lega mendengar bahwa memang arah Thai-san yang ditempuh pemuda itu betul. Maka ia lalu mempercepat jalannya akan tetapi tak dapat menyusul pemuda itu yang melakukan perjalanan cepat sekali.
Beberapa hari kemudian sampailah Kun Hong di sebuah kota kecil yang cukup ramai. Karena hari sudah menjelang senja ketika ia tiba di kota Tiang-bun ini, ia lalu menuju ke sebuah rumah penginapan. Seorang pelayan menyambutnya dengan muka menyesal sambil berkata,
“Maaf, Tuan Muda. Kamar sudah penuh semua, sayang sekali kau terlambat datang karena kamar terakhir yang cukup besar telah disewa oleh seorang kongcu.”

Kun Hong kecewa sekali.
“Apakah di kota ini tidak terdapat rumah penginapan lain?”
Pelayan itu menggeleng kepala, dan memandang dengan kasihan melihat pemuda ini kelihatan lelah sekali.
“Ada dua jalan untuk menolongmu, Tuan Muda. Pertama, harap kau menjumpai kongcu yang menyewa kamar besar itu karena dia hanya seorang diri dan kamar itu cukup besar sehingga kalau dia tidak keberatan, tentu kongcu itu dapat membagi kamarnya denganmu. Jalan kedua, kalau toh dia berkeberatan, yaaah, untuk melepas lelah saja, kiranya Tuan Muda dapat tidur di bangku di ruangan tengah.
Kun Hong menghela napas. Apa boleh buat, dalam keadaan seperti itu terpaksa menerima usul ini.
“Sebetulnya aku tidak suka mengganggu lain orang, akan tetapi karena menurut katamu dia seorang kongcu, kiraku tiada salahnya untuk mencoba. Twako, antarkan aku kekamar pemuda itu.”
Dengan gembira karena mengharapkan hadiah, pelayan itu segera mendahuluinya. Kun Hong yang berjalan di belakang pelayan itu ketika sampai di ruangan tengah, melihat dua orang laki-laki tinggi besar duduk menghadapi arak di atas meja.
Ketika Kun Hong melewati dua orang yang tadinya bercakap-cakap itu tiba-tiba berhenti dan biarpun mereka tidak berkata apa-apa, namun mereka memandang penuh kecurigaan ketika melihat pelayan itu membawa Kun Hong ke kamar yang berada di ujung belakang.
Kun Hong bermata tajam dan ia dapat melihat betapa sinar mata kedua orang itu amat tajam dan mengandung kecurigaan terhadap dirinya. Akan tetapi ia tidak mengacuhkan mereka karena tidak merasa mengenal orang-orang itu.
Sementara itu pelayan tadi telah mengetuk pintu kamar. Dari dalam kamar terdengar suara, tidak begitu jelas karena pintu itu rapat sekali.
“Siapa?”
“Maaf, Kongcu, aku pelayan!” kata pelayan itu dengan suara manis, “Harap Kongcu suka membuka pintu sebentar, ini ada seorang tuan muda yang tidak kebagian kamar, hendak mohon Kongcu sudi membagi kamar dengan dia.”
“Hemm, aku tidak suka diganggu!” terdengar jawaban dan pintu kamar dibuka dari dalam.
Begitu pintu kamar dibuka dan Kun Hong melihat seorang pemuda di ambang pintu, ia segera membuang muka dan menarik tangan pelayan itu sambil berkata,
“Twako, aku lebih suka tidur di bangku diluar atau kalau perlu di emper rumah penginapan ini daripada tidur di kamar ini!”
Kemarahan dan kemendongkolan hati Kun Hong ini dapat dimengerti ketika ia mengenal “kongcu” itu bukan lain adalah Si Pesolek tadi.
“Hemm, siapa sudi tidur sekamar dengan kutu buku jembel ini?” kata Si Pemuda menghina sambil menutupkan pintunya kembali, akan tetapi seperti kilat pandang matanya menyambar ke arah dua orang laki-laki tinggi besar yang mendengar dan melihat semua itu dari ruangan tengah.
Pelayan itu hanya bisa melongo dan mengangkat pundak, tapi dengan baik hati ia lalu menyediakan sebuah bangku panjang yang ia letakkan di dalam ruang belakang untuk memberi tempat istirahat kepada Kun Hong. Setelah mandi dan makan, saking lelahnya Kun Hong terus saja menggeletak berbaring di atas bangku panjang, berselimutkan sebuah baju luar yang lebar.
Ia mendengar betapa pemuda sombong itu berteriak memanggil pelayan dan memerintahkan pelayan menyediakan air hangat untuk mandi, banyak sekali air yang dimintanya, kemudian memesan makanan yang mahal-mahal. Hemm, seorang pemuda kaya yang mewah dan pesolek, pikirnya.
Juga dilihatnya betapa dua orang laki-laki tinggi besar tadi beberapa kali memandang kearah kamar pemuda itu dan mereka bicara berbisik-bisik. Diam-diam ia menaruh curiga, pemuda mewah yang bodoh pikirnya. Melakukan perjalanan dengan cara demikian mencolok, jelas sekali membayangkan bahwa kantongnya penuh bekal emas, menarik perhatian kaum penjahat. Biarpun dia sendiri masih belum matang pengalamannya dalam perjalanan jauh, akan tetapi kiranya tidak setolol pemuda itu.
Akan tetapi karena ia masih merasa jengkel karena beberapa kali dimaki kutu-buku, jembel, ia tidak mengacuhkan pemuda itu dan kalau pemuda itu keluar kamar, ia pura-pura tidur mendengkur.
Akan tetapi entah mengapa, mungkin karena gangguan kegemasannya terhadap pemuda yang tentu enak tidur di dalam kamar yang hangat, tidak seperti dia yang kedinginan karena angin malam bebas menghembus memasuki ruangan itu, dia tidak segera dapat pulas.
Keadaan rumah penginapan itu sudah sunyi sekali, agaknya semua tamu sudah tidur pulas. Hanya Kun Hong saja masih gelisah dan mendongkol karena bayangan nyamuk yang mengiang-ngiang di sekitar telinganya.
Ia menimpakan kemendongkolannya kepada pemuda sombong itu. Andaikata pemuda itu tidak sesombong itu, atau andaikata tamu itu orang lain, sudah tentu ia akan dapat bagian dalam kamar dan tidak menderita seperti ini. Dalam kemendongkolannya, Kun Hong tidak ingat bahwa sebenarnya bukanlah hawa dingin atau nyamuk yang membuat ia tidak dapat tidur karena biasanya ia dapat tidur nyenyak walau di atas atau di bawah pohon dalam hutan. Sesungguhnya, wajah pemuda itu selalu terbayang di pelupuk matanya, mendatangkan rasa mengkal dalam hati.
Tiba-tiba ia mendengar suara perlahan sekali. Dari balik selimutnya ia mengintai dan melihat sesosok bayangan melayang turun ke dalam ruangan itu. Ternyata dia adalah seorang laki-laki tinggi kurus yang gerakannya amat gesit dan ringan, tanda bahwa orang itu memiliki kepandaian tinggi.
Next>>
Postingan populer dari blog ini
RAJA PEDANG (BAGIAN PERTAMA SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
JILID 01 JILID 02 JILID 03 JILID 04 JILID 05 JILID 06 JILID 07 JILID 08 JILID 09 JILID 10 JILID 11 JILID 12 JILID 13 JILID 14 JILID 15 JILID 16 JILID 17 JILID 18 JILID 19 JILID 20 JILID 21 JILID 22 JILID 23 JILID 24 JILID 25 JILID 26 JILID 27 JILID 28 JILID 29 JILID 30 JILID 31 JILID 32 JILID 33 JILID 34 JILID 35 JILID 36 JILID 37 JILID 38 JILID 39 JILID 40 JILID 41 JILID 42 JILID 43 JILID 44 JILID 45 JILID 46 JILID 47 JILID 48 JILID 49 JILID 50 JILID 51 JILID 52 JILID 53 JILID 54 JILID 55 JILID 56 JILID 57 JILID 58 JILID 59 JILID 60 JILID 61 JILID 62 JILID 63 JILID 64 JILID 65 JILID 66 JILID 67 JILID 68 JILID 69 JILID 70 JILID 71 JILID 72 JILID 73 JILID 74 JILID 75 JILID 76 JILID 77 JILID 78 JILID 79 JILID 80 JILID 81 JILID 82 JILID 83 JILID 84 JILID 85 JILID 86 JILID 87 JILID 88 JILID 89 JILID 90 JILID 91 JILID 92 JILID 93 JILID 94 JILID 95 JILID 96 JILID 97 JILID 98 JILID 99 JILID 100 JILID 101 J
RAJAWALI EMAS (BAGIAN KE-2 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNY JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILI
JAKA LOLA (BAGIAN KE-4 SERIAL RAJA PEDANG)
Oleh
Epul Saepul Rohman
SERI SEBELUMNYA JILID 001 JILID 002 JILID 003 JILID 004 JILID 005 JILID 006 JILID 007 JILID 008 JILID 009 JILID 010 JILID 011 JILID 012 JILID 013 JILID 014 JILID 015 JILID 016 JILID 017 JILID 018 JILID 019 JILID 020 JILID 021 JILID 022 JILID 023 JILID 024 JILID 025 JILID 026 JILID 027 JILID 028 JILID 029 JILID 030 JILID 031 JILID 032 JILID 033 JILID 034 JILID 035 JILID 036 JILID 037 JILID 038 JILID 039 JILID 040 JILID 041 JILID 042 JILID 043 JILID 044 JILID 045 JILID 046 JILID 047 JILID 048 JILID 049 JILID 050 JILID 051 JILID 052 JILID 053 JILID 054 JILID 055 JILID 056 JILID 057 JILID 058 JILID 059 JILID 060 JILID 061 JILID 062 JILID 063 JILID 064 JILID 065 JILID 066 JILID 067 JILID 068 JILID 069 JILID 070 JILID 071 JILID 072 JILID 073 JILID 074 JILID 075 JILID 076 JILID 077 JILID 078 JILID 079 JILID 080 JILID 081 JILID 082 JILID 083 JILID 084 JILID 085 JILID 086 JILID 087 JILID 088 JILID 089 JILID 090 JILID 091 JILID 092 JILID 093 JILID 094 JILID 095 JILID 096 JILID 097 JILID 098 JILI